9 Perancang Legendaris Dunia yang Tidak Memiliki Gelar Arsitek

    9 Perancang Legendaris Dunia yang Tidak Memiliki Gelar Arsitek

    JAKARTA - Merancang bangunan umumnya dilakukan oleh seorang arsitek. Arsitek merupakan salah satu profesi yang gelarnya dapat diraih melalui jalur pendidikan arsitektur. Namun pertanyaannya, apakah seseorang yang tidak pernah menempuh pendidikan arsitektur dapat merancang sebuah bangunan atau berprofesi sebagai aristek? Meskipun gelar atau profesi 'arsitek' mungkin dilindungi oleh adanya sejumlah peraturan di banyak negara, namun faktanya terdapat sejumlah perancang dunia yang justru tidak memiliki gelar arsitek.

    Berikut 9 nama perancang legendaris dunia yang tidak memiliki gelar sebagai arsitek:

    1. Frank Lloyd Wright Pria yang dijuluki 'arsitek Amerika terhebat sepanjang masa' oleh American Institute of Architects pada tahun 1991, ini tidak memiliki gelar arsitek, meskipun dia dianugerahi doktor kehormatan seni rupa oleh sekolahnya.

    Kombinasi keadaan keluarga dan kekecewaan dengan sistem pendidikan, membuat Wright meninggalkan University of Wisconsin di Madison pada tahun 1887.

    Setelah satu tahun belajar di kursus teknik sipil, dia pindah ke Chicago sebagai gantinya, untuk mendapatkan pengalaman dunia nyata sebagai asisten arsitek JL Silsbee. Wright mengambil kesempatan dan melamar pekerjaan di Adler & Sullivan, yang menghasilkan magang selama enam tahun di perusahaan bergengsi itu.

    Di sini, Louis Sullivan memberikan fondasi kepada Wright dalam arsitektur, sebelum ia mendirikan praktiknya sendiri pada tahun 1893. Seiring karier panjangnya yang ditandai skandal dan tragedi, kontribusi Wright terhadap arsitektur Amerika dan popularitasnya tetap tak tertandingi.

    Dia menggaungkan pendapat skeptis tentang pendidikan formal, sebagaimana dibuktikan oleh pengamatannya pada tahun 1955 bahwa pendidikan selalu mengajarkan sesuatu berdasarkan apa yang telah terjadi di masa lampau. Pendidikan menunjukkan kepada kita apa yang sudah terjadi dan membuat kita dapat memperkirakan apa yang mungkin akan terjadi.

    2. Louis Sullivan Sama dengan anak buahnya Frank Lloyd Wright, Louis Sullivan, memiliki pendidikan formal yang tidak menentu, dan bervariasi. Pencipta kredo "bentuk selalu mengikuti fungsi" lulus SMA pada usia enam belas tahun atau 1872, dan diterima di Institut Teknologi Massachusetts, satu-satunya sekolah arsitektur Amerika pada saat itu.

    Ketidaksabaran menyebabkan dia mengundurkan diri dari tempatnya kuliah, dan langsung memilih untuk mengikuti magang. Pengalaman magang pertama, di bawah arsitek Frank Furness di Philadelphia, dan yang kedua, di bawah arsitek-insinyur William Le Baron Jenney, seorang tokoh terkemuka dalam pengembangan Sekolah Arsitektur Chicago.

    Pada musim panas tahun 1874, Sullivan berlayar ke Eropa dan mendaftar di École des Beaux-Arts yang berpengaruh, Paris, di mana dia hanya tinggal setahun, untuk kemudian melakukan perjalanan singkat ke Florence dan Roma. Setelah kembali ke Chicago pada bulan Juni 1875, ia bekerja sebentar sebagai juru gambar dengan beberapa firma, sebelum bergabung dengan mitra Dankmar Adler pada tahun 1879.

    Hubungannya selama empat belas tahun dengan Adler menghasilkan lebih dari seratus bangunan, yang secara bersamaan dicirikan oleh estetika modern, namun berornamen.

    3. Le Corbusier Lihat Foto Villa Savoye milik Le Corbusier berdesain radikal pada waktu baru dibangun.(Alamy Stock Photo) Le Corbusie merupakan "perancang dan perencana kota" asal Swiss. Pada usia , 15 tahun dia mendaftar kursus di École des Arts Décoratifs di kampung halamannya La Chaux-de-Fonds, Pegunungan Jura Swiss.

    Tiga tahun kemudian, guru sejarah seninya, Charles L’Eplattenier, bersikeras untuk menjadikan Le Corbusier sebagai seorang arsitek dan membantu mengamankan praktik pertamanya di proyek-proyek lokal.

    Atas sarannya, Corbusier muda akhirnya melakukan perjalanan secara ekstensif melintasi Eropa antara tahun 1907 dan 1911, ke kota-kota seperti Athena, Venesia, Wina, dan Munich. Perjalanannya tersebut disambi dengan magang di beberapa kantor arsitektur seperti Auguste Perret di Paris (1907), Josef Hoffmann di Wina (1908), dan Peter Behrens di Berlin (1910-11). Dia kembali ke rumah pada tahun 1912, untuk mengajar bersama gurunya dan membuka praktik arsitekturnya sendiri, sebelum akhirnya pindah ke Paris pada tahun 1917.

    4. Mies van der Rohe Pria yang menciptakan pepatah "less is more" lahir dari keluarga pemahat batu sederhana di Aachen, Jerman. Mies kecil memiliki sedikit kesempatan untuk mendapatkan pendidikan formal.

    Setelah magang awal sebagai tukang batu bata saat di sekolah perdagangan, Mies bekerja untuk sejumlah arsitek Aachen yang membuat sketsa garis besar ornamen arsitektur, sebuah tugas yang membantu menyempurnakan keterampilan menggambarnya.

    Pada 1905 saat berusia sembilanbelas tahun, dia pindah ke Berlin dan bekerja pada seorang arsitek, tetapi meninggalkan pekerjaannya untuk kemudian magang di Bruno Paul, seorang desainer furnitur terkemuka saat itu.

    Eksekusi yang mengesankan dari komisi independen pertamanya pada tahun 1907, Riehl House, mendorong Peter Behrens menawari Mies pekerjaan di kantornya. Kerja samanya selama empat tahun dengan Behrens, anggota terkemuka dari Deutscher Werkbund, membantunya menjalin hubungan dengan seniman dan pengrajin yang berpikiran sama, menganjurkan "perkawinan antara seni dan teknologi". Pada saat dia meninggalkan kantor Behrens tahun 1912, Mies berhasil menangani komisi independen rumah pribadi untuk elite Berlin.

    5. Buckminster Fuller Secara luas dianggap sebagai salah satu pemikir terbesar pada zamannya, Fuller memiliki hubungan yang sulit dengan pendidikan formal. Orang yang memopulerkan kubah geodesik ini dikeluarkan dari Universitas Harvard tidak hanya sekali, tetapi dua kali, dan dia tidak pernah lulus.

    Fuller mengungkapkan keadaannya dalam pidatonya pada tahun 1961 saat dia berbicara panjang lebar: Ayahnya meninggal ketika Fuller masih sangat muda.

    Meskipun keluarganya relatif miskin, dia datang ke Harvard dari sekolah persiapan untuk keluarga yang cukup mampu. Dia berpikir bahwa orang miskin seperti dirinya tidak akan pernah dimasukkan ke dalam klub seperti yang mungkin terjadi jika Fuller sangat kaya atau memiliki ayahkonglomerat. Hal ini karena sebagian besar keanggotaan klub telah diatur sebelumnya oleh komite lulusan klub.

    "Saya tidak menyadari sampai saat itu bahwa ada sistem kelas sosial dan perbedaan tingkatan warga negara. Saya menjadi panik tentang disintegrasi dunia Harvard idealis saya, berpura-pura bercanda, memotong kelas, dan dipecat, " kisahnya.

    Setelah lulus kuliah, dia hanya bekerja dan bekerja keras. Dalam waktu singkat, laporan masuk ke Harvard bahwa, Fuller adalah anak yang baik dan mampu.

    "Saya benar-benar harus kembali ke perguruan tinggi; jadi Harvard membawaku kembali, " ucap Fuller.

    Namun, dia dianggap maverick sosial dan itu terlalu menyakitkan.

    Setelah pemecatan yang kedua, Fuller kembali bekerja sangat keras. Jika Perang Dunia I tidak terjadi, dia yakin universitas akan menerimanya kembali, dan dia yakin akan dipecat lagi.

    "Setiap kali saya kembali ke Harvard, saya memasuki dunia ketakutan yang menggerogoti, bukan lembaga pendidikan, dan itulah masalahnya, " kata Fuller.

    6. Luis Barragán, Arsitek Meksiko pemenang Pritzker Prize, yang karyanya disebut minimalis, emosional, dan mistik, bersekolah di Escuela Libre de Ingenieros (Sekolah Gratis Insinyur) di Gaudalajara, Meksiko.

    Dia lulus dengan gelar teknik sipil pada tahun 1923, sambil terus bekerja menuju gelar arsitek yang tidak akan pernah dia dapatkan.

    Pada kunjungan ke 1925 Exposition Internationale des Arts Decoratifs, Paris, ia berkenalan dengan karya-karya terbitan arsitek lansekap Prancis dan ilustrator Ferdinand Bac. Enam tahun kemudian, Barragán bertemu Bac dan Corbusier pada kunjungan lagi ke Eropa, dua arsitek yang pada akhirnya akan memiliki pengaruh yang besar pada pekerjaannya.

    7. Carlo Scarpa seorang Arsitek Italia yang dikenal karena pendekatannya yang berbeda terhadap desain dan bangunan.

    Dia pernah menghadiri Royal Academy of Fine Arts, Venesia, dan lulus dengan gelar profesor non-profesional dalam diploma Gambar Arsitektur pada tahun 1926. Menolak untuk mengikuti ujian profesional yang disyaratkan, Scarpa dilarang mempraktikkan arsitektur tanpa mengasosiasikan dirinya dengan arsitek lain.

    Dia memulai karirnya di Royal Superior Institute of Architecture, Venesia, mengajar gambar arsitektur, sebelum melanjutkan karier sebagai direktur seni di Venini Glass Works di Venesia dari tahun 1932 hingga 1947.

    Hanya setelah Perang Dunia Kedua, Scarpa menerima pengakuan sebagai seorang arsitek, terutama untuk renovasi Museo Castelvecchio di tahun 1964 di Verona, Italia.

    8. Tadao Ando merupakan seorang Arsitek pemenang Pritzker Prize yang memulai karirnya sebagai petinju profesional di Osaka, Jepang. Hal ini terjadi sebelum studi tentang guru matematika dan tukang kayu lokal memicu minatnya pada arsitektur.

    “Kedua elemen ini yaitu matematika dan pertukangan berhubungan dalam arsitektur. Itulah titik awal saya, " kata Tadao.

    Namun, Tadao tidak mampu membiayai pendidikan universitas, sehingga memulai perjalanan panjang pendidikan arsitektur secara otodidak seperti membaca buku, menghadiri kelas malam, mengunjungi gedung-gedung di Jepang dan luar negeri dan mempelajarinya.

    “Saya harus berpikir dan bertindak sendiri. Saya dari Osaka, yang jaraknya sekitar setengah jam dari Kyoto dan Nara. Setiap Minggu saya sempatkan untuk keluar melihat dan mempelajari bangunan-bangunan tua di daerah itu, ” jelasnya.

    Setelah magang informal itu, Tadao pada tahun 1969, membuka firma arsitekturnya sendiri saat dia berusia dua puluh delapan tahun.

    9. Peter Zumthor merupakan arsitek peraih Pritzker Prize 2009. Zumhtor lahir di Basel, Swiss dari seorang ayah yang berprofesi sebagai pembuat lemari. Mengikuti jejak ayahnya, Zumthor sejak remaja telah mengikuti magang dengan pembuat lemari lokal selama empat tahun.  

    Dia melanjutkan pendidikan desainnya di Basel Arts and Crafts School (1963-67) dan mempelajari Bahasa yang merupakan sebuah aliran atau gaya aristektur yang didirikan oleh Walter Gropius.

    Selain itu, dia juga mengikuti tugas singkat arsitektur di Pratt Institute di New York, dan mempelajari desain industri. Dia kemudian kembali ke Swiss pada tahun 1967, menerima pekerjaan di Departemen Pelestarian Monumen, di Graubünden.

    Butuh dua belas tahun lagi untuk membangun praktiknya sendiri di Haldenstein, tetapi Zumthor bangga dengan kenyataan bahwa ia tidak pernah mendapatkan gelar arsitek.
    (kompas.com)

    Tony Rosyid

    Tony Rosyid

    Artikel Sebelumnya

    Sekda Bagikan Bingkisan Idul Fitri untuk...

    Artikel Berikutnya

    Novita Wijayanti Apresiasi Progres Pembangunan...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Gerindra dan PDI.P Saling Tudiing Soal PPN 12 Persen
    Anggota Polsek Bogor Tengah Lakukan Pengamanan Ibadah di Gereja
    Turun Langsung Jaga Kota Bogor, Kapolsek Bogor Tengah Gencarkan Patroli Malam Minggu
    Polsek Bogor Utara Laksanakan KRYD, Antisipasi Tawuran dan Geng Motor
    Antisipasi Kerawanan Wilayah, Kapolsek Bogor Utara Perintahkan Bhabinkamtibmas Stand By

    Ikuti Kami