WONOSOBO - Dengan melihat keterkaitan antara pementasan kesenian emblek (kuda lumping) dengan kesenian lenggeran, diduga bahwa kesenian Lenggeran mempunyai hubungan sejarah dengan Epos Panji. Pada kesenian emblek ini bisa dijumpai tokoh seperti penthul, Tembem kacung, Demspis dan Barongan atau Singa Barong dan tokoh Gunungsari pada pertunjukan tari topeng Lenggeran yang merupakan tokoh-tokoh dalam cerita Panji.Sedangkan tokoh-tokoh lain dari pertunjukan Lenggeran ini diwujudkan dari pengembangan kesenian Emblek, yaitu dari sisi bentuk topengnya. Sabtu(17/4/2021)
Mbah Kasioto menyatakan bahwa pada awalnya pertunjukan tari topeng ini hanya ada topeng pentulan yang terdapat pada tari Emblek. Setelah penonton menjadi bosan maka dibuatlah tokoh-tokoh topeng lain untuk mengiringi gendingan dan parikan yang ada. Sehingga nama-nama topeng ini disamakan dengan nama parikan pengiringnya. Sedangkan nama parikan umumnya diambil dari nama tetumbuhan seperti Gandasuli, Gondangkeli, Kembang Jagung atau nama hewan seperti kebo Giro, Suthang Walang, Jangkrik Genggong dan nama tokoh seperti Gunungsari, Jemblung, Umarmaya, Umarmadi dan lain lain.
Kesenian Lenggeran ini permulaannya hanya merupakan kesenian barangan namun dalam perkembangannya kini sudah mengalami banyak perubahan tidak lagi menjadi seni barangan, melainkan telah berkembang luas di lingkup masyarakat setempat di desa-desa hingga sampai perkampungan di kota di seluruh kabupaten Wonosobo, sehingga memunculkan grup grup kesenian baru yang tetap eksis hingga kini.
Dalam garapan gending dan parikan juga mengalami banyak perubahan dari masa ke masa. Dahulu sebelum Islam masuk ke Indonesia khususnya pulau Jawa, gending dan parikan lenggeran masih banyak menggunakan bahasa-bahasa yang sensual dan kurang baik, namun pada masa perkembangan Islam mulai dimasukkan berbagai nasehat kebaikan dan puja-puji kepada Allah sebagai pemilik hidup manusia. (agl)