JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Intan Fauzi meminta meminta pemerintah dan otoritas terkait, agar melakukan investigasi atas kasus 279 juta data bocor secara tuntas dan transparan, serta menjamin dan memastikan keamanan dan perlindungan data pribadi pendudukan tetap aman dan di bawah kendali otoritas resmi negara.
Hal tersebut disampaikan Intan saat mengikuti RDP dengan dengan Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan, untuk meminta penjelasan Ketua Dewas dan Direktur Utama BPJS Kesehatan dengan agenda Keamanan Data Peserta BPJS Kesehatan di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI, Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (25/5/2021).
Menurut Intan, Jika memang data bocor, maka sesuai PP 71 Tahun 2019 dan Peraturan Menkominfo No. 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik, BPJS Kesehatan sebagai PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) wajib bertanggung jawab dan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada pemilik data pribadi.
"Hal ini sangat diperlukan untuk pemulihan keamanan data, dan menjaga kepercayaan publik serta perlunya langkah mitigasi dan pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang di masa yang akan datang, " jelas politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Sebagai bentuk tanggungjawab BPJS Kesehatan terkait adanya indikasi peretasan atau kebocoran data peserta, lanjut Intan, Komisi IX DPR RI mendesak Direksi bersama Dewas BPJS Kesehatan untuk segera melakukan forensik digital dan investigasi baik internal maupun eksternal, serta membuat klarifikasi secara transparan kepada publik.
"Menyiapkan rencana kontijensi untuk meminimalisir dampak, memulihkan keamanan data, menjaga kepercayaan publik dan melakukan langkah mitigasi atas seluruh potensi risiko yang timbul dan pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang, " kata legislator dapil Jawa Barat VI itu.
Indonesia dalam situasi darurat kebocoran data penduduk. Beberapa waktu lalu, data pribadi lebih dari 533 juta pengguna Facebook dari 106 negara dilaporkan telah bocor dan beredar di internet. Sejumlah pengguna Facebook asal Indonesia tak luput menjadi korban dari kebocoran data ini, jumlah mencapai 130.000 pengguna. Di sisi lain, adanya kasus 97 ribu data ASN fiktif dan bodong, yang tentunya merugikan keuangan negara yang sangat besar.
"Kebocoran data ini menyebabkan hilangnya kepercayaan publik kepada lembaga dan otoritas resmi negara yang selama ini memegang kendali data pribadi penduduk. Alasanya, mereka tidak mampu memproteksi dan mengamankan data pribadi warga negara, " katanya.
Untuk itu, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini mendorong kebocoran data ini harus menjadi alarm merah bagi pemerintah dan DPR untuk segera menyelesaikan dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) menjadi Undang Undang sebagai skala prioritas. (rnm/sf)