BIDIK KASUS - Bayangkan sebuah desa kecil di pesisir, yang penduduknya hidup rukun bergantung pada laut. Nelayan bangun pagi, mengayuh perahu ke tengah samudra, lalu kembali dengan hasil tangkapan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Namun, semuanya berubah ketika pagar-pagar bambu yang mengepung laut mereka. Pagar ini bukan milik warga, tapi milik perusahaan besar yang katanya memiliki hak eksklusif atas kawasan laut itu. Sebuah keputusan yang katanya sah, tapi terasa tidak adil bagi mereka yang telah hidup dari laut itu selama bertahun-tahun.
Fenomena ini terjadi di Indonesia, dan ini hanyalah satu contoh kecil dari bagaimana kekuatan oligarki bisa menembus hingga ke wilayah-wilayah yang sebelumnya hanya dikuasai oleh masyarakat adat atau komunitas lokal. "Kasus pagar laut" adalah cermin dari bagaimana kepentingan segelintir orang yang punya kekuasaan dan uang dapat mengatur, bahkan mengklaim, sumber daya yang semestinya menjadi milik bersama.
Namun, mari kita melangkah lebih jauh. Bagaimana kasus seperti ini bisa terjadi? Bukankah Indonesia memiliki undang-undang dan aturan yang menjamin kesejahteraan rakyat kecil?
1. Mekanisme Kekuasaan Oligarki
Di sinilah peran oligarki mulai terlihat. Oligarki, istilah yang sering kita dengar, mengacu pada kekuasaan segelintir orang yang memiliki kekuatan besar, baik secara politik maupun ekonomi. Mereka ini tidak hanya mendominasi ekonomi melalui kepemilikan perusahaan-perusahaan besar, tetapi juga sering kali memiliki akses langsung ke pembuat kebijakan. Ketika kebijakan ditentukan, kepentingan merekalah yang sering kali diutamakan, dengan mengorbankan hak-hak masyarakat kecil.
Pembangunan pagar laut hanyalah salah satu manifestasi dari pengaruh oligarki. Dengan dalih investasi, perlindungan lingkungan, atau pengembangan kawasan, mereka mendapatkan hak pengelolaan wilayah-wilayah strategis, termasuk pesisir dan laut. Namun, di balik semua alasan itu, siapa sebenarnya yang diuntungkan? Apakah nelayan yang kini kehilangan akses terhadap laut? Ataukah pemegang saham perusahaan yang keuntungan tahunannya terus meningkat?
2. Di Mana Negara?
Ironisnya, negara sering kali berada dalam posisi ambigu. Di satu sisi, negara bertugas melindungi rakyat, tetapi di sisi lain, negara juga bergantung pada investasi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketika tekanan datang dari investor besar, bagaimana negara mengambil keputusan? Apakah pemerintah benar-benar memprioritaskan rakyat kecil, atau malah cenderung memihak kepada oligarki yang menawarkan keuntungan besar dalam bentuk pajak atau investasi?
Dalam kasus pagar laut, misalnya, pemerintah berdalih bahwa pembangunan tersebut bertujuan untuk meningkatkan konservasi laut dan efisiensi pengelolaan sumber daya. Tapi, apakah suara nelayan setempat pernah benar-benar didengar? Ataukah mereka hanya menjadi catatan kecil di balik laporan panjang yang penuh angka-angka investasi?
3. Oligarki dan Demokrasi
Yang lebih memprihatinkan adalah bagaimana kekuatan oligarki dapat merusak demokrasi itu sendiri. Dengan uang, mereka dapat membiayai kampanye politik, memengaruhi opini publik melalui media, hingga mengatur agenda kebijakan yang mereka inginkan. Ketika para pemimpin dipilih, apakah mereka benar-benar bekerja untuk rakyat, atau untuk memenuhi kepentingan segelintir pihak yang membiayai mereka?
Bagi masyarakat biasa, seperti nelayan di pesisir yang terhimpit oleh pagar laut, konsep demokrasi sering kali terasa jauh. Mereka tidak memiliki akses ke meja perundingan, apalagi kemampuan untuk melobi pengambil kebijakan. Mereka hanya bisa menyuarakan keluhan di balai desa, berharap ada yang mendengar.
4. Pelajaran yang Bisa Diambil
Kasus pagar laut ini seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua. Apakah ini bukti bahwa Indonesia sudah begitu dalam dikuasai oligarki? Jawabannya mungkin tidak sesederhana itu, tetapi jelas ada tanda-tanda bahwa kekuatan oligarki semakin mencengkeram. Jika tidak segera diatasi, maka demokrasi Indonesia yang masih muda ini bisa semakin terkikis.
Kita perlu belajar untuk lebih kritis. Kebijakan publik tidak boleh hanya dinilai dari angka-angka pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari dampaknya terhadap masyarakat kecil. Pemerintah harus lebih transparan dalam pengambilan keputusan, dan masyarakat harus lebih aktif dalam mengawasi jalannya pemerintahan.
Yang tidak kalah penting, kita perlu memperkuat suara rakyat kecil. Mereka yang terdampak langsung oleh kebijakan, seperti nelayan di kasus pagar laut, harus diberi ruang untuk menyampaikan pendapat. Mereka harus diberdayakan, bukan dimarginalkan.
Apakah Indonesia sudah dikuasai oligarki? Jawabannya tergantung pada kita semua. Jika kita terus diam dan menerima, maka kekuatan oligarki akan terus tumbuh. Namun, jika kita mulai bertindak, mendesak transparansi, dan memperkuat demokrasi, maka harapan masih ada. Kasus pagar laut hanyalah salah satu contoh kecil, tetapi dari sini kita bisa memulai perubahan yang lebih besar. Jangan sampai laut kita, yang menjadi sumber kehidupan jutaan orang, hanya menjadi milik segelintir orang yang punya kuasa.
Jakarta, 27 Januari 2025
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi