JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Saroni meminta kepada Kepolisian agar bisa menghentikan para pelaku teror siber. Dia menegaskan, peretasan terhadap sejumlah aktivis tidak dapat ditolerir. Polisi harus segera mengungkap pelaku siber teror tersebut. Menurutnya aksi penyadapan ini bisa memunculkan sentimen negatif terhadap prinsip kebebasan berpendapat di Indonesia. Padahal, sangat jelas bahwa kebebasan berpendapat ini merupakan amanah undang-undang.
"Munculnya praktik penyadapan ini sangat dikhawatirkan, karena bisa memunculkan pandangan negatif terhadap kebebasan berekspresi kita. Padahal kan sudah jelas, bahwa kebebasan berpendapat itu dilindungi undang-undang, " jelas Sahroni dalam keterangan persnya, Kamis (20/5/2020).
Politisi Fraksi {artai NasDem ini mengatakan, Polisi bersama tim siber harus segera mencari tahu siapa dalang dari peretasan nomor handphone terhadap para anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) dan mantan Pimpinan Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) tersebut. "Oknum-oknum seperti itu sangat meresahkan, apalagi kejadiannya bersamaan dengan isu yang kini tengah menjadi pembahasan hangat di KPK, " papar Sahroni.
Dia juga meminta Kepolisian agar bisa memberi perlindungan hukum yang memadai kepada para aktivis. "Saya juga meminta kepada polisi agar bisa menekan upaya intimidasi ataupun teror dari siapapun kepada aktivis maupun lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Semua sama di mata hukum, dan semua wajib memiliki rasa aman ketika menyuarakan pendapatnya tersebut, " tandas Sahroni.
Peretasan tersebut diduga sehubungan dengan Konfrensi Pers mengenai 'Menelisik Pelemahan KPK melalui Pemberhentian 75 Pegawai'. Para aktivis mengakui bahwa mereka mendapat teror dan mengalami peretasan baik nomor WhatsApp, email, media sosial, hingga teror menggunakan nomor telepon yang tidak dikenal.
Sejatinya, tak hanya anggota ICW saja yang mengalami teror sekaligus peretasan, beberapa pihak lain seperti aktivis LBH Jakarta hingga mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto dilaporkan mengalami peretasan pada Senin (17/5/2021) lalu. (eko/es)