Terkait Perwako 40/41, Komnas HAM Rekomendasikan Pemko Bukittinggi Berpihak Kepada Pedagang

    Terkait Perwako 40/41, Komnas HAM Rekomendasikan Pemko Bukittinggi Berpihak Kepada Pedagang

    BUKITTINGGI - Terkait adanya pernyataan dari praktisi hukum yang menyatakan polemik pencabutan Perwako 40/41 hanya berpihak kepada pedagang saja. Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H.,  menjelaskan tentang keberpihakan kepada pedagang Bukittinggi. “Tak hanya keinginan pemimpin Bukittinggi yang baru. Keberpihakan kepada pedagang ini sudah jelas merupakan kajian dan rekomendasi dari Komnas HAM yang tertuang dalam Surat rekomendasi Komnas HAM Pusat nomor: 013/TUA/I/2020 ke Presiden RI itu dengan perihal: Dugaan Pelanggaran HAM dalam Penataan Beberapa Pasar di Kota Bukittinggi. Dalam rekomendasi Komnas HAM tersebut dijelaskan bahwa ada potensi pelanggaran HAM oleh walikota atas pedagang terkait hak ekonomi para pedagang untuk mendapatkan penghidupan yang layak yang dijamin UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, terhalang oleh kebijakan walikota Bukittinggi yang menaikkan tarif retribusi yang sangat tinggi, " ungkapnya di Bukittinggi pada Minggu, (15/4/2021). 

     “Dan terkait kekurangan 5 M Pendapatan Asli Daerah (PAD) akibat kebijakan pencabutan Perwako, saya kira Walikota Bukittinggi yang baru dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) telah menemukan solusinya tanpa melakukan pelanggaran HAM terkait hak ekonomi pedagang. Jika kita lihat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bukittinggi tahun 2021-2026 Wali Kota Bukittinggi dalam perencanaannya ke depan akan segera mewujudkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang sudah memikirkan peluang perolehan uang di sektor pariwisata di kota Bukittinggi berada di rentang Rp 300 – Rp 400 miliar se tahun yang mana uang tersebut masih berputar dan beredar di lini swasta. Potensi rupiah sebanyak itu akan dihimpun oleh pemerintah daerah untuk penguatan PAD Bukittinggi, ” jelasnya. 

    Legal Standing dan Kewenangan Peradilan terkait Perwako 40/41 

    Memang sebelumnya telah adanya tanggapan singkat dari Wakil Walikota Bukittinggi dan telah ditanggapi juga kembali oleh praktisi hukum tersebut statement dari Wakil Walikota Bukittinggi H. Marfendi Datuak Basa Balimo tentang Perwako 40/41 tentang peninjauan tarif retribusi pasar atau toko, salah seorang Praktisi Hukum Dafriyon, SH, MH mengutarakan pendapatnya kepada awak media di ruang kantor PWI, Sabtu (17/4/2021).

    Ia menjelaskan bahwa sebenarnya Wakil Walikota Bukittinggi tidak harus mempertanyakan legal standing yang dipertanyakan apakah seorang walikota mau mengorbankan hak-hak kepentingan masyarakat kota Bukittinggi demi kepentingan kelompok para pedagang dan pedagang pasar atas yang mayoritas ekonominya menengah ke atas dan tidak ada yang pedagang-pedagang ekonominya menengah ke bawah, sebagaimana dilansir dari journalist.id yang berjudul Tentang PTUN Perwako 40/41 Begini Tanggapan Dafriyon, SH, MH. 

    Ditempat berbeda Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., pun menyatakan memang harus jelas legal standingnya dalam mengajukan gugatan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 10 Undang-undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 

    "Karna Pasal 1 ayat 10 tersebut mengatur legal standing dalam mengajukan gugatan ke PTUN harus memenuhi beberapa syarat. Pertama, orang atau badan hukum perdata harus memiliki legalitas hukum (Ahli Waris, Akta Notaris dll). Kedua, orang atau badan hukum perdata tersebut harus memiliki hubungan hukum dengan obyek yang digugat. Ketiga, orang atau barang hukum perdata tersebut harus mengalami atau mampu menunjukkan kerugian yang dialami secara nyata akibat terbitnya obyek sengketa yang digugat. Kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan yang sifatnya materiil (nyata), bukan immateriil dan yang benar-benar sudah terjadi, " terangnya. 

    "Jangan sampai nanti hakim dalam putusannya,  menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard), dalam hal gugatan tidak memenuhi syarat formal, Pengadilan tidak berwenang, dan/ atau penggugat tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing), " katanya. 

    "Lalu terkait kewenangan pengadilan, disini kita harus jelas melihat perbedaan antara keputusan (Beschikking) dan peraturan (Regeling), " tambahnya.

    "Pencabutan Perwako tentu dalam bentuk Perwako baru, yang berupa produk peraturan. Jika produknya keputusan memang digugat melalui PTUN, sedangkan produk peraturan diuji (Judicial Review) langsung ke Mahkamah Agung (MA) atau kalau untuk undang-undang diuji ke Mahkamah Konstitusi. Sedangkan Perwako itu merupakan produk peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang yang harus diuji ke MA bukan kewenangan PTUN, ini sesuai dengan ketentuan Pasal 24 A ayat 1 UUD 1945 dan Pasal 20 ayat (2) huruf b UU Nomor 48 Tahun 1999 tentang Kekuasaan Kehakiman, " tutupnya.(Linda)

    Tony Rosyid

    Tony Rosyid

    Artikel Sebelumnya

    Sekda Bagikan Bingkisan Idul Fitri untuk...

    Artikel Berikutnya

    Novita Wijayanti Apresiasi Progres Pembangunan...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Ketua DPRD Baubau Tidak Hadir Rapat Paripurna Kemerdekaan RI Ke-79, Diwarnai Aksi Demontrasi
    Kapolsek Batujaya Gelar kegiatan Jumat Curhat Tokoh Masyarakat
    Jelang HUT RI, Forkopincam Girsang Sipangan Bolon Tabur Bunga ke Taman Makam Pahlawan Bung Anggarajim Sinaga
    Kapolsek Batujaya bersama Muspika Batujaya menghadiri Pengukuhan Paskibra tingkat Kecamatan Batujaya Kabupaten Karawang 
    Bhabinkamtibmas Polsek Telagasari Hinbau Warga Antisipasi Kenakalan Remaja

    Ikuti Kami