JAKARTA – Guna mempercepat implementasi penurunan kasus stunting di Indonesia, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) melalui platform Kedaireka, melakukan kolaborasi dengan perguruan tinggi. Permasalahan serius terhadap kasus stunting ini menjadi fokus utama, yakni penurunan kasus tersebut diharapkan segera mengalami penurunan.
Indonesia merupakan salah satu dari 20 negara di dunia yang masih memiliki kasus stunting. Kasus ini merupakan permasalahan kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kekurangan asupan yang diterima oleh tubuh dan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan otak dan tinggi badan kurang dari normal.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Paristiyanti Nurwardani memaparkan bahwa Indonesia telah melewati batas ambang yang ditetapkan oleh Word Health Organization (WHO), yakni sebesar 30%. Seperti yang diketahui, stunting merupakan program prioritas skala nasional yang harus dicari solusinya secara bersama. Hal tersebut disampaikan Paris saat Webinar Kedaireka “Kolaborasi Perguruan Tinggi dalam Mengatasi Stunting di Indonesia”, Kamis (1/4).
Paris menjelaskan, Ditjen Dikti melalui platform Kedaireka kemudian bekerja sama dengan stakeholder melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat merubah tantangan menjadi harapan.
“Kita diminta untuk menurunkan stunting dari 29% menjadi 14%. Tentu saja hal ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri oleh masing-masing kelembagaan yang ada di Indonesia. Maka dari itu, pencegahan ataupun percepatan penurunan angka stunting di Indonesia akan dikawal secara bersama-sama, ” ujarnya.
Dalam upaya tersebut, dibutuhkan stakeholder yang sudah diatur dalam platform Kedaireka, dan dinamakan pentahelix stakeholder, dimana pemerintah, akademisi, media, industri, dan perguruan tinggi bersatu untuk menurunkan kasus stunting menjadi 14% selama 4 tahun ke depan.
“Tantangan kita adalah penurunan kasus stunting dari 29% harus turun menjadi 14%, maka dari itu mari singsingkan lengan baju kemudian turun ke lapangan berikan apa yang bisa kita berikan kepada negara dan perangi stunting dengan kolaborasi melalui Kedaireka. Jika ada hal yang harus dikomunikasikan dikolaborasikan dan disinergikan datanglah ke Kedaireka Ditjen Dikti Kemendikbud, ” tutup Paristiyanti.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Eksekutif TNP2K Setwapres, Suprayoga Hadi mengatakan bahwa wakil presiden juga sudah membentuk Tim Pencegahan Percepatan Anak Kerdil (Stunting). Ia pun mengapresiasi upaya kolaborasi yang dilakukan Ditjen Dikti Kemendikbud melalui Kedaireka untuk mengatasi permasalahan ini.
“Tanggung jawab bersama ini sudah sepatutnya diapresiasi karena teman-teman di perguruan tinggi sudah perhatian terhadap upaya penurunan kasus stunting secara kolaboratif dengan pihak-pihak lain, ” ujar Hadi.
Sementara itu Ketua Umum Institut Gizi Indonesia, Abdul Razak Thaha menjelaskan pengalamannya dalam bekerja sama dengan beberapa universitas yang memang memfokuskan risetnya dalam penanganan stunting. Menurutnya, upaya ini dilatarbelakangi karena dalam penanganan stunting tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tapi juga pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
“Selain itu keterlibatan berbagai sektor seperti akademisi dan pakar juga sangat diperlukan, ” pungkasnya.
Ia menambahkan bahwa Program Nasional Pencegahan dan Penanganan Stunting telah dimulai pada tahun 2017. Terdapat delapan kabupaten yang menjadi prioritas pemerintah, salah satunya yakni Kabupaten Banggai. Langkah pencegahan yang dilakukan seperti melalui Posyandu Prakonsepsi.
Turut hadir pula dalam webinar ini, Wakil Menteri Pendidikan Nasional Tahun 2010 – 2011, Fasli Jalal, Tim Kerja Akselerasi Reka Cipta Ditjen Dikti, Ade Kadarisman, pimpinan perguruan tinggi Indonesia, serta pimpinan LLDikti di seluruh Indonesia.
(YH/DZI/FH/DH/NH/SH)
Humas Ditjen Dikti