OPINI - Istana terlibat koalisi capres. Rakyat gelisah. Suasana jelang 2024 menjadi semakin gerah. Eskalasi memanas, terutama ketika istana dianggap ikut berperan menekan salah satu capres. Inilah isu yang paling hot dua tahun belakangan ini.
Rakyat ingin presiden netral. Tidak ada yang rela presiden terlibat dalam pencapresan. Apapun alasannya, ini sangat tidak baik. Presiden harus berdiri diantara semua kandidat. Mengawal pemilu supaya lancar, aman dan sukses. Tapi, jika presiden berdiri di salah satu kandidat, ini jelas akan menimbulkan ketegangan bagi yang lain. Wibawa presiden jatuh. Simpati rakyat kepada presiden akan semakin menipis. Akan hilang rasa hormat rakyat kepada presiden.
Baca juga:
Melacak Jejak MacArthur Di Padaidi
|
Banyak sekali tokoh yang sudah memberikan kritik. Tidak etis presiden ikut-ikutan koalisi. Sibuk kampanyekan calon tertentu. Jika calonnya tidak jadi, ini malah akan jadi bumerang bagi presiden. Kekhawatiran ini justru akan membuat presiden terdorong untuk mengantisipasinya dengan all out memenangkan calonnya. Ini bisa memaksa presiden menggunakan instrumen kekuasaan untuk memenangkan calonnya. Ini sangat berbahaya! Bukan saja kualitas pemilu yang akan ternoda, boleh jadi kegaduhan dan ketegangan akan lahir dari sini. Situasi pilpres 2019 kemqrin harusnya menjadi pelajaran buat semuanya. Jangan ada lagi ketegangan dan yang jadi korban. Baik itu korban meninggal maupun korban penangkapan.
Rakyat nampaknya sudah mulai gerah. TNI juga gerah. Mereka membaca pemilu 2024 berpotensi terjadi kecurangan. Rakyat dan TNI sudah mulai marah dan geram. Ini tanda-tandanya kurang bagus.
TNI akan turun gunung. Ini diungkapkan oleh sejumlah purnawirawan dan perwira aktif. Diantaranya adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Tri Soetrisno (Mantan Panglima TNI) dan Pangdam Siliwangi yang masih aktif. TNI nampaknya tidak akan segan mengambil tindakan terukur, demi konstutusi dan untuk menyelamatkan bangsa ini, jika ada masalah krusial dalam proses pemilu. Apakah ini artinya TNI siap ambil alih kekuasaan? Kita jadi ikut meraba-raba.
Pesan yang disampaikan Pangdam Siliwangi terdengar begitu jelas dan tegas. Rakyat membaca, apa yang disampaikan Pangdam Siliwangi seperti mewakili kegelisahan mayoritas prajurit TNI selama ini. Bukan hanya TNI, tapi juga rakyat Indonesia.
Seorang kawan setelah keliling ke Jawa Timur dan Jawa Tengah bercerita bahwa banyak Kiai NU yang khawatir dan cemas dengan keberadaan presiden yang ikut terlibat dalam koalisi dan dukung mendukung capres. Ini pertanda pemilu 2024 menghawatirkan.
Sudah banyak yang mengingatkan agar presiden netral. Pada akhirnya, semua berpulang kepada presiden sendiri. Apakah akan netral, atau terus mengendorse salah satu calon. Di sinilah nasib pilpres akan ditentukan, gaduh dan damai.
Baca juga:
Pilkada, Politik Uang Dan Korupsi
|
TNI dan Rakyat hanya minta satu saja: tidak ada kecurangan dalam pemilu. Pemilu fair, adil, transparan dan aman. Di 2024, rakyat ingin pemilu melahirkan pemimpin pilihan rakyat. Bukan pemimpin hasil kecurangan. Makanya, presiden benar-benar didesak untuk tidak cawe-cawe. Presiden didesak untuk tidak terlibat.
Presiden, KPU, Bawaslu dan aparat keamanan-hukum dituntut untuk netral. Jika tdak, kita khawatir kemarahan TNI dan Rakyat akan semakin membuat situasi bangsa ini menjadi tidak sebagaimana yang kita harapkan.
Pak presiden, netrallah. Kami semua menghormatimu.
Jawa Barat, Sabtu 20 Mei 2023
Penulis: Pemerhati NKRI