JAKARTA - Syirik! Itu kata sebagian orang melihat ritual di IKN hari senen kemarin. Tulisan ini tidak ingin terjebak dalam terminologi teologis. Tapi lebih menyoroti aspek antropologi dan politik terkait ritual Kendi Nusantara. Biarlah urusan syirik atau tidaknya dibahas oleh mereka yang lebih berkompeten.
Sebagai orang Jawa, Jokowi telah memainkan simbol politik yang cukup cerdas. Tanah dan air yang dibawa oleh setiap Gubernur oleh Jokowi dinarasikan sebagai simbol kebinnekaan. Secara politik, Jokowi ingin menyampaikan pesan kepada publik bahwa proyek IKN adalah proyek yang didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia. 34 Gubernur merepresentasikan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
Kesan adanya dukungan masyarakat bagi Jokowi ini penting untuk melahirkan optimisme kembali, dan memberi pesan bahwa IKN adalah proyek yang akan benar-benar bisa diwujudkan
Mengapa perlu dukungan? Selama ini, banyak pihak yang pesimis IKN bisa terealisasi. Pertama, UU IKN lahir jelang akhir periode Jokowi menjabat. Siapa yang akan menjamin pasca Jokowi IKN akan dilanjutkan? Sejumlah pihak memprediksi IKN akan bernasib seperti Hambalang. Terbengkalai!
Kedua, banyak pihak yang tidak setuju Ibu Kota pindah. Bahkan tak sedikit yang menyayangkan proses ketuk palu di DPR secepat kilat, hanya semalam.
Ketiga, terkait soal anggaran. Dihajar pandemi, negara tidak punya cukup uang. Maka, IKN semula dianggarkan 19, 2 persen dari APBN. Sisanya dari swasta. Tapi, ketika ketuk palu UU IKN, anggaran dinaikkan jadi 53, 5 persen dari APBN. Apakah karena negara lagi banyak duit? Sepertinya tidak. Banyak pihak menduga para investor tidak tertarik investasi di IKN. Soft Bank yang rencananya akan mengucurkan dana USD 100 miliar, batal.
Ritual Kendi Nusantara yang dilakukan Jokowi melibatkan tanah dan air yang dibawa oleh 34 gubernur ingin memberi pesan, terutama kepada para investor bahwa seluruh kepala daerah kompak untuk mensukseskan pembangunan IKN. Kira-kira Jokowi ingin mengakatakan: jangan takut jika anda investasi di IKN.
IKN proyek mercusuar. Sukses atau gagalnya akan menjadi catatan sejarah terkait dengan Presiden Jokowi sebagai penggagas dan pelaku sejarah.
Apakah pesan Jokowi melalui ritual Kendi Nusantara ini akan efektif? Kita akan lihat respon dari para investor itu. Saat ini, investor menjadi faktor paling menentukan sukses tidaknya IKN.
Di sisi lain, ritual Kendi Nusantara ini justru ditangkap publik lebih dominan "nuansa mistisnya". Gubernur Jateng membawa tanah dan air dari sejumlah gunung yang diyakini menjadi puser bumi atau pusat dunia. Lokasi pengambilan air dan tanah itu juga dikonsultasikan Ganjar pada para sesepuh. Publik mendapat kesan mistis yang mendalam dari apa yang dilakukan Gubernur Jateng ini.
Gubernur Jatim melakukan prosesi "Mendhet Tirto lan Situ" di kawasan Sumur Upas Candi Kedaton, Trowulan Mojokerto.
Apa yang dilakukan oleh sejumlah Gubernur itu bukan lagi bagian dari simbol yang sarat pesan sosial dan politik, tapi lebih dominan nuansa mistisnya. Ini nampaknya berbeda 180 derajat dari apa yang diinginkan oleh Jokowi.
Yang bisa menangkap pesan Jokowi justru Anies Baswedan. Gubernur Jakarta ini mengambil tanah dari daerah Akuarium dengan prosesi sosial-kolaboratif. Ibu-ibu Akurium yang menyangkul tanah itu adalah simbol masyarakat pinggiran yang hidup susah dan seringkali tergusur oleh setiap kebijakan pembangunan infrastruktur.
Anies menulis: "Tanah dari Kampung Akuarium menghadirkan harapan bahwa membangun kota baru yang akan dijadikan ibu kota ini hendaknya tidak memarjinalkan rakyat kecil dan justru nyata-nyata akan memberikan kemajuan dan kebahagiaan bagi semua, khususnya rakyat kebanyakan".
Jokowi dan Anies bertemu di titik ini, yaitu adanya optimisme bahwa IKN mesti dibangun untuk kepentingan rakyat kebanyakan. Tanah Akuarium adalah simbol yang memberi pesan bahwa rakyat kecil punya hak untuk menikmati setiap kebijakan yang akan dibuat di ibu kota baru itu.
Chemistry Jokowi-Anies semakin nyambung ketika Gubernur DKI ini dipilih menjadi orang pertama yang menyerahkan tanah dan air itu. Jokowi juga mengungkapkan tidak akan meninggalkan Jakarta.
Sampai di sini, Anies telah menghadirkan simbol yang membawa pesan-pesan rasional. Dan bangsa ini hanya akan sukses jika dikelola dengan cara-cara rasional, bukan dengan prosesi yang bernuansa mistis.
Jakarta, 17 Maret 2022
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Baca juga:
Tony Rosyid: Ma'ruf Digoyang, Ma'ruf Melawan
|