JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan, industri perkebunan kelapa sawit merupakan komoditi strategis yang memberikan sumbangan cukup besar bagi devisa Negara. Selain itu industri ini juga menyediakan lapangan kerja yang cukup besar, terutama di daerah-daerah yang areal perkebunan kelapa sawitnya sangat luas, yang tentunya memberikan kontribusi yang sangat positif bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di setiap wilayah.
“Dalam perkembangannya perkebunan kelapa sawit itu sendiri menghadapi beberapa permasalahan, salah satu permasalahan yang selalu terjadi dan menjadi perhatian adalah masalah produktifitas yang rendah akibat usia tanamannya sudah sangat tua, bibit tidak berkualitas atau kualitasnya rendah, hingga akses dana pembiayaan yang sangat sulit, ” tutur Dedi di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/7/2021).
Padahal, lanjutnya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan UU No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan telah memuat dan mengamanatkan ketentuan tentang akses pembiayaan khususnya kepada perkebunan.
Dedi menyampaikan, Pasal 93 dan 94 UU Perkebunan menyebutkan bahwa pembiayaan usaha perkebunan bersumber dari APBN atau APBD, serta bersumber dari penghimpunan dana pelaku usaha perkebunan, dana lembaga pembiayaan, dana masyarakat dan dana lainnya.
Hal tersebut menimbulkan pertanyaan, sejauh mana perkebunan atau petani kelapa sawit memperoleh manfaat dalam upaya mendapatkan akses pembiayaan ataupun untuk melakukan peremajaan, khususnya pembiayaan yang berasal dari penghimpunan dana pelaku usaha perkebunan. Permasalahan lain yang juga dihadapi antara lain, permasalahan legalitas lahan, sengketa lahan, dan juga status kepemilikan tanah.
“Kita paham bahwa ada iuran yang selama ini dikumpulkan yang semestinya difokuskan bagi upaya peremajaan. Dan yang menjadi titik fokus peremajaan adalah para petani kecil. Sampai saat ini masih terlalu banyak keluhan, seperti semakin tuanya perkebunan kelapa sawit, kurangnya pemeliharaan, akses modal yang dimiliki masih relatif rendah, terutama yang dialami oleh para petani kecil, ” ungkapnya.
Dedi juga memahami bahwa sampai saat ini masih terhampar sangat luas perkebunan kelapa sawit ilegal. Ia menyatakan, untuk yang ilegal tersebut negara mengalami dua kali kerugian, yakni sudah terjadi alih fungsi lahan secara ilegal, selain itu mereka juga tidak membayar pajak.
Ini akan menjadi titik fokus kita, hingga panja ini akan mengarah pada bagaimana para pengelola perkebunan yang status pengelolaannya masih ilegal, apakah kita akan membiarkan terus tanpa tindakan dan negara rugi terus menerus. Kalau bertentangan dengan tata lingkungan bagaimana sikapnya.
“Inilah hal-hal yang harus menjadi perhatian kita semua dan bagaimana penghitungannya kalau kemudian nanti dilegalisasi. Apakah dihitung sejak dilegalisasi atau sejak penanaman. Aspek-aspek itu tentunya sangat merugikan negara dan petani kecil. Karena harapan kita, seluruh pengelolaan lapangan keuangan ini memiliki efek bagi pertumbuhan dan perkembangan para petani kecil yang secara umum adalah masyarakat asli di setiap wilayah areal perkebunan, ” ucapnya.
Dedi mengatakan, Rapat Dengar Pendapat Umum Panja Komisi IV DPR RI tentang Pengembangan Kelapa Sawit Rakyat dengan para narasumber dari berbagai elemen persawitan di Indonesia dilaksanakan untuk mendapatkan pandangan, masukan maupun solusi, yang antara lain terkait kebijakan pengembangan kelapa sawit dari hulu ke hilir, mengawali pelaksanaan kegiatan peremajaan kelapa sawit rakyat, serta menyelesaikan permasalahan perkebunan kelapa sawit. (dep/es)