POLITIK - Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi sejak reformasi 1998, di mana sistem pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat. Sebaliknya, Korea Utara adalah negara dengan sistem pemerintahan diktator yang diwariskan secara turun-temurun. Ada beberapa faktor utama yang membuat Indonesia hampir mustahil berubah menjadi negara diktator seperti Korea Utara, termasuk sistem politik, budaya demokrasi, konstitusi, serta peran masyarakat sipil dan media.
1. Konstitusi yang Menjamin Demokrasi
Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menegaskan prinsip demokrasi dan pemisahan kekuasaan. Dalam Pasal 1 Ayat 3, disebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum, yang berarti pemerintahan harus berdasarkan aturan yang berlaku, bukan kekuasaan absolut seorang pemimpin. Selain itu, Pasal 22E UUD 1945 mengatur pemilu yang bebas dan langsung, menjamin rakyat untuk memilih pemimpin mereka secara berkala.
Baca juga:
Basis Fikar Azami - Yos Adrino Jebol
|
Sebaliknya, di Korea Utara, konstitusi mereka mengagungkan pemimpin tertinggi dan memberi kewenangan penuh kepada Kim Jong Un, tanpa mekanisme pergantian pemimpin yang demokratis. Di Indonesia, upaya untuk mengubah konstitusi demi kepentingan individu atau kelompok tertentu akan mendapatkan penolakan besar dari parlemen, masyarakat, dan lembaga hukum.
2. Sistem Politik yang Berbasis Multi-Partai
Indonesia memiliki sistem multi-partai, di mana partai politik berkompetisi secara bebas dalam pemilu. Setiap lima tahun, rakyat diberikan kesempatan untuk memilih presiden dan anggota legislatif. Ini sangat berbeda dengan Korea Utara yang hanya memiliki satu partai, yaitu Partai Pekerja Korea (WPK), yang mengendalikan seluruh aspek pemerintahan tanpa oposisi.
Keberadaan berbagai partai politik di Indonesia memastikan bahwa tidak ada satu individu atau kelompok yang bisa menguasai negara sepenuhnya seperti di Korea Utara. Jika seorang pemimpin mencoba mengubah Indonesia menjadi sistem diktator, partai oposisi dan masyarakat akan melakukan perlawanan melalui mekanisme hukum dan politik.
3. Masyarakat Sipil yang Kuat dan Kebebasan Pers
Di Indonesia, masyarakat sipil dan media memiliki peran penting dalam mengawasi pemerintahan. Organisasi non-pemerintah (NGO), akademisi, dan kelompok aktivis terus mengawal kebijakan pemerintah dan mengkritisi jika ada potensi penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, memberikan jaminan bahwa media dapat melaporkan berbagai hal tanpa takut represi dari pemerintah.
Sebaliknya, di Korea Utara, media sepenuhnya dikendalikan oleh negara dan hanya menyebarkan propaganda untuk mendukung rezim yang berkuasa. Tidak ada ruang bagi masyarakat untuk mengkritik pemerintah, karena kritik terhadap pemimpin dapat berujung pada hukuman mati atau kerja paksa.
4. Peran Militer yang Netral
Salah satu alasan mengapa Korea Utara tetap menjadi negara diktator adalah karena militer memiliki peran dominan dalam pemerintahan dan sangat setia kepada pemimpin. Sebaliknya, di Indonesia, militer memiliki peran yang lebih netral setelah reformasi, di mana TNI dilarang berpolitik dan wajib tunduk pada pemerintahan sipil sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Militer di Indonesia berfungsi untuk menjaga pertahanan negara, bukan alat politik bagi pemerintah. Jika ada upaya mengubah sistem menjadi diktator, kemungkinan besar akan ditentang oleh berbagai elemen dalam militer sendiri, serta oleh masyarakat luas.
5. Kesadaran Kolektif tentang Bahaya Diktator
Sejarah Indonesia menunjukkan bahwa rakyat memiliki pengalaman buruk dengan kepemimpinan otoriter, terutama pada era Orde Baru di bawah Soeharto. Reformasi 1998 menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia tidak ingin kembali ke sistem pemerintahan yang mengekang kebebasan dan hak asasi manusia. Kesadaran ini menjadi benteng kuat yang mencegah Indonesia berubah menjadi negara dengan sistem pemerintahan totaliter seperti Korea Utara.
Rakyat Indonesia telah menikmati kebebasan berpendapat, pemilihan umum yang demokratis, serta kebebasan pers. Jika ada upaya untuk mengubah sistem menjadi diktator, besar kemungkinan akan terjadi gelombang perlawanan yang masif dari masyarakat.
Berdasarkan analisis di atas, Indonesia hampir mustahil berubah menjadi negara diktator seperti Korea Utara karena beberapa faktor utama, yaitu:
1. Konstitusi yang menjamin demokrasi dan pemilu yang bebas, sehingga tidak mungkin seorang pemimpin berkuasa seumur hidup tanpa mekanisme demokratis.
2. Sistem multi-partai yang kompetitif, memastikan tidak ada satu partai atau individu yang bisa menguasai pemerintahan secara absolut.
3. Masyarakat sipil dan media yang kuat, yang berfungsi sebagai pengawas terhadap kebijakan pemerintah.
4. Militer yang netral dan tidak terlibat dalam politik, yang membuat pemerintah tidak bisa menggunakan kekuatan militer untuk mempertahankan kekuasaan.
5. Kesadaran kolektif rakyat tentang bahaya pemerintahan diktator, yang membuat setiap upaya mengarah ke otoritarianisme akan mendapat perlawanan luas.
Selama pilar-pilar demokrasi ini tetap kuat dan dijaga oleh seluruh elemen bangsa, Indonesia akan tetap menjadi negara demokratis dan tidak akan berubah menjadi diktator seperti Korea Utara.
Jakarta, 23 Februari 2025
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi