JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan masih merumuskan perubahan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017, tentang kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
Dalam regulasi tersebut, KPU mencantumkan penanganan pelanggaran di masa kampanye, dengan pemberian sanksi administrasi, berupa teguran tertulis dan penghentian kegiatan kampanye.
"Bahwa KPU bisa memberikan peringatan tertulis dan juga menghentikan kegiatan kampanye, " kata Komisioner KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, melalui keterangannya, Kamis (17/9/2020).
Menurut Raka, langkah pertama dalam pemberian sanksi administrasi adalah imbauan. Jika teguran tidak diindahkan maka muncul teguran tertulis.
Selanjutnya, KPU juga bisa berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) serta aparat keamanan untuk menghentikan kegiatan yang terbukti melanggar ketentuan.
Namun, kata Raka, sanksi administrasi yang bisa diberikan KPU tidak dapat melebihi aturan undang-undang (UU) tentang Pilkada.
Aturan protokol kesehatan dalam kegiatan Pilkada diatur dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2020 tentang perubahan atas PKPU Nomor 6/2020 tentang pelaksanaan Pilkada serentak lanjutan dalam kondisi bencana nonalam Covid-19.
Raka menuturkan, di undang-undang (UU) tentang Pilkada juga tidak diatur hukum pidana bagi pelanggar protokol kesehatan.
Akan tetapi, penegakan hukum pidana atau sanksi pidana terkait protokol kesehatan dapat mengacu undang-undang lain di luar UU pemilihan.
"Tentu keseluruhan perundangan-undangan itu kita himpun untuk dijadikan dasar jangan sampai ada tindakan yang di luar undang-undang, " tegasnya.
Ia menambahkan, Bawaslu dan Kepolisian pun sudah berkomitmen menegakan hukum pelanggaran protokol kesehatan dalam kegiatan Pilkada.
Raka menegaskan, meskipun kegiatan kampanye yang bersifat pertemuan fisik tetap diperbolehkan di tengah pandemi, ada ketentuan lain yang mesti ditaati.
Yakni, peserta Pilkada dalam melaksanakan kampanye harus berkoordinasi dengan satuan tugas (Satgas) penanganan Covid-19 serta pemberitahuan kepada aparat pengamanan setempat.
Sementara itu, anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Rahmat Bagja, menilai kampanye dengan pengumpulan massa bisa bertentangan dengan peraturan larangan kerumuman massa saat pandemi Covid-19.
Ia mengingatkan aparat berwenang agar tidak memberikan izin jika kampanye memunculkan keramaian, seperti konser musik atau kegiatan lain yang berpotensi menjadi pusat keramaian.
"Jangan sampai teman-teman yang mempunyai kewenangan untuk memberikan izin keramaian. Karena sesuai dengan protokol Covid-19 kan tidak boleh berkumpul, " ungkapnya.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menerbitkan surat nomor 440/5113/SJ, terkait pelaksanaan rakor penegakan hukum protokol kesehatan di daerah untuk pelaksanaan Pilkada 2020.
Menurut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Benni Irawan, diharapkan masing-masing daerah untuk menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
"Melalui surat ini, Kemendagri meminta agar masing-masing daerah secara mandiri bersama Forkopimda, Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu), Badan/Kantor Kesbangpol, Dinas Kesehatan, Satuan Polisi Pamong Praja, Badan Penanganan Bencana Daerah, Dinas Perhubungan dan Biro/Bagian Hukum Provinsi/Kabupaten/Kota melaksanakan Rapat Koordinasi" kata Benni.
KPU akan menggelar Pilkada 2020 di 270 daerah pada 9 Desember 2020. (Foto: KPU RI)