JAKARTA - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kepala BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan, BRIN selaku lembaga pemerintah yang bertugas menyelenggarakan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan riset dan inovasi di Indonesia, telah menyiapkan riset prioritas energi baru terbarukan dalam Prioritas Riset Nasional 2020-2024.
Kepala BRIN mengatakan, pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) diyakini dapat memberikan solusi energi di masa depan dan memberikan banyak manfaat, tidak hanya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, namun juga manfaat bagi lingkungan.
“Kebutuhan energi di Indonesia diprediksi akan terus meningkat seiring penambahan populasi, perubahan gaya hidup serta pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan energi Indonesia di masa depan, BRIN mendorong perkuat ekosistem riset dan inovasi energi baru terbarukan. Selain mengurangi emisi, pemanfaatan EBT juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan menciptakan lapangan kerja baru, ” terang Kepala BRIN, seperti dikutip dalam rilis BRIN di Jakarta, Rabu (28/7/2021).
Saat hadir sebagai Keynote Speaker dalam webinar ‘Pekan Inovasi Energi Baru dan Terbarukan’ yang disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube BPPT RI dan CNN Indonesia, Selasa (27/7) Kepala BRIN mengatakan, untuk menyiasati ketergantungan Indonesia saat ini terhadap energi fosil, perlu rencana strategis untuk wujudkan ‘Kemandirian Energi Nasional’.
Handoko menyebutkan, setidaknya ada lima kegiatan utama terkait energi baru terbarukan, diantaranya adalah a) Penggunaan bahan bakar nabati yang berasal dari kelapa sawit; b) Pemanfaatan biogas untuk penyediaan listrik di tempat-tempat terpencil; c) Pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dalam skala kecil; d) Pengembangan baterai listrik dan baterai lithium dengan teknologi fast charging; e) Menjaga pengembangan teknologi nuklir.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah melaksanakan beberapa program guna mengurangi emisi, yang berarti pula mengurangi pemanfaatan bahan bakar fosil, yakni melalui beberapa strategi, diantaranya mandatori biodiesel, co-firing PLTU, pemanfaatan refuse derived fuel (RDF), biogas, penggantian diesel dengan pembangkit listrik energi terbarukan termasukan yang berbasis hayati, pemanfaatan non listrik/non biofuel seperti briket, dan pengeringan hasil pertanian.
“Kontribusi EBT pada bauran energi nasional tahun lalu baru mencapai 11, 2 persen. Jumlah itu masih terpaut jauh jika dibandingkan dengan target yang harus dicapai dalam waktu empat tahun lagi. Kami punya target di 2025 untuk mencapai 23 persen, dan target ini sungguh cukup berat karena saat ini kami juga mengalami dampak dari pandemi COVID-19, ” katanya
Kendati demikian, Menteri ESDM Arifin memaparkan, masih banyak potensi energi baru terbarukan di Indonesia yang belum dikembangkan. Salah satunya adalah pemanfaatan air laut untuk sumber energi arus laut yang memiliki potensi 17, 9 gigawatt (GW). Ia menyebutkan saat ini sebagian besar pemanfaatan EBT berasal dari energi hidro, panas bumi, dan bioenergi. Ia menyebutkan pengembangan variable energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin dinilai masih perlu ditingkatkan.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan, pengembangan energi baru terbarukan tidak bisa berjalan sendiri-sendiri melainkan harus dilaksanakan secara bersama-sama dengan melibatkan stakeholder terkait, terutama yang terkait dengan pengelolaan energi yaitu PLN dan Pertamina, dan didukung oleh lembaga penyelenggara ilmu pengetahuan dan teknologi nasional. BPPT sebagai salah satu penyelenggara IPTEK memiliki peran melaksanakan perekayasaan, kliring teknologi, audit teknologi, alih teknologi, difusi teknologi, serta komersialisasi teknologi, seperti yang tertuang pada Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2019 Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU SISNAS IPTEK.
“Ekosistem teknologi di bidang energi akan menjadi kunci keberhasilan Indonesia mencapai target pemanfaatan EBT, terlebih biaya pendirian infrastrukturnya memiliki tren menurun setiap tahunnya. Oleh karena itu, peluang ini harus dimanfaatkan dan memiliki potensi yang sangat besar jika dikelola secara maksimal, ” terang Kepala BPPT.
Untuk menjamin keberhasilan penerapan teknologi di atas, BPPT mengundang seluruh stakeholders berdiskusi, serta berbagi peran melalui ‘Webinar Pekan Inovasi Energi Baru dan Terbarukan BPPT’, yang juga bisa menjadi wadah cikal bakal ekosistem teknologi energi baru terbarukan, dan menghadirkan berbagai narasumber ahli dari bidang energi.
Hadir sebagai pembicara mewakili Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Senior Vice President Research and Innovation Technology PT Pertamina, Oki Muraza mengatakan, Pertamina berhasil menurunkan jumlah karbon atau melakukan dekarbonisasi pada 2020 sebesar 27 persen. Hal ini sejalan dengan target perusahaan hingga 2030 sebesar 30 persen. Capaian tersebut melebihi 1 persen dari target yang direncanakan sebesar 26 persen pada 2020. Tak hanya dekarbonisasi, Pertamina juga aktif mengembangkan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) secara mandiri. Ia berharap ke depannya akan terus meningkatkan intensitas dekarbonisasi dan menaikan porsi energi baru terbarukan mencapai 17 persen pada tahun 2030.
Kemudian Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, saat ini PLN tengah mendorong transisi energi dan dekarbonisasi dengan strategi bertahap guna mencapai target nol emisi karbon pada 2060. Menuju target tersebut, PLN siap memimpin transisi energi melalui pemanfaatan energi baru terbarukan di sektor ketenagalistrikan. Misalnya saja dengan menjalankan program co-firing, memasifkan penggunaan kendaraan listrik, mengonversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan pembangkit EBT dan lainnya. Komitmen PLN menekan emisi karbon tidak main-main. Perseroan telah mengeliminasi rencana pengembangan baru pembangkit listrik berbasis gas bumi dan batu bara pada 2021-2030. Selanjutnya, PLN mulai memensiunkan generasi pertama PLTU (subcritical) pada 2030 dan dilanjutkan pada tahun berikutnya, sehingga pada 2060 seluruh PLTU digantikan pembangkit berbasis EBT. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya PLN mencapai netral karbon pada 2060 mendatang.
Selanjutnya Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi, Energi Material, Eniya Listiani Dewi mengatakan perlu adanya langkah strategis serta terobosan nyata dalam upaya mencapai target pemanfaatan energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025, karena saat ini kita baru mencapai sebesar 13, 3 persen. Eniya juga mengatakan bahwa beberapa upaya BPPT dalam dekarbonisasi sumber energi menuju net zero emission antara lain: mengembangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi skala kecil/ modular, pengembangan sistem charging kendaraan listrik, mengembangkan listrik tenaga biogas dan sebagainya.
Dalam kesempatan tersebut turut hadir Kepala BPPT 2014-2018/ Perekayasa Ahli Utama BPPT Unggul Priyanto, dan Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi BPPT Barman Tambunan. Hadir sebagai penanggap Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) As Natio Lasman dan Anggota DPR Komisi VII Diyah Roro Esti. Bertindak sebagai Moderator Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional 2012-2019 Djarot S. Wisnubroto dan Rektor Institut Teknologi Indonesia/ Kepala BPPT 2008-2014 Marzan Aziz Iskandar.(***)