JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa Indonesia harus bergeser dari negara pengekspor bahan-bahan mentah, salah satunya batu bara, menjadi negara industri yang mampu mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi.
“Ini saya kira strategi besar yang kita harus konsisten untuk menjalankannya, ” ujar Presiden saat memimpin Rapat Terbatas mengenai Peningkatan Nilai Tambah Batu Bara, Jumat (23/10/2020), di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Indonesia, tegasnya, harus bergerak untuk pengembangan industri turunan dari batu bara, mulai dari industri peningkatan mutu (upgrading), pembuatan briket batu bara, pembuatan kokas, pencairan batu bara, gasifikasi batu bara, sampai campuran batu bara-air.
“Saya yakin dengan mengembangkan industri turunan ini, kita akan mampu meningkatkan nilai tambah dari komoditas berkali-kali lipat, mengurangi impor bahan baku yang dibutuhkan beberapa industri dalam negeri, seperti industri baja (dan) industri petrokimia, dan yang tidak kalah pentingnya tentu kita bisa membuka lapangan pekerjaan yang sebanyak-banyaknya, ” tegas Presiden.
Untuk itu, Presiden minta agar penyusunan peta jalan atau roadmap peningkatan nilai tambah batu bara tersebut dipercepat. “Saya minta roadmap optimalisasi pemanfaatan batu bara dalam negeri betul-betul dipercepat dengan penerapan teknologi yang ramah lingkungan, ” ujarnya.
Dalam roadmap tersebut, ujarnya, harus ditentukan strategi dan target produk hilir yang akan dikembangkan, berapa banyak yang akan diubah menjadi gas serta berapa banyak akan diubah menjadi produk petrokimia.
“Kemudian juga (lakukan) pemetaan kawasan yang dapat dikembangkan untuk melakukan hilirisasi industri batu bara ini ada di mana saja, sehingga menjadi jelas ke depan strategi besar kita ini seperti apa. Pastikan wilayah yang memiliki cadangan sumber batu bara yang cukup untuk menjamin pasokan kebutuhan batu bara dalam proses hilirisasi ini, ” imbuhnya.
Menurut Presiden, ada beberapa prioritas yang bisa dilakukan dalam upaya peningkatan nilai batu bara ini, seperti program gasifikasi batu bara atau coal to dimethyl ether (DME). “Gasifikasi batu bara menjadi syngas yang diperlukan industri petrokimia serta dimethyl ether (DME) yang sangat penting sebagai substitusi dari LPG/Elpiji. Kita tahu LPG kita ini masih impor, sehingga (gasifikasi) bisa mengurangi impor LPG kita, ” ujar Presiden.
Lebih lanjut, Presiden mengungkapkan, ia menerima laporan bahwa pengembangan industri turunan itu masih terkendala faktor teknologi dan keekonomian. Ia menilai hal tersebut bisa diatasi apabila perusahaan BUMN bekerja sama atau memiliki rekan kerja (partner) untuk membantu pengembangan tersebut.
“Saya ingin agar dicarikan solusi untuk mengatasi kelambanan pengembangan industri turunan batu bara ini, karena ini kita sudah lama sekali mengekspor batu bara mentah ini. Saya kira memang harus segera diakhiri, apabila nanti akan ada beberapa perpanjangan dengan kewajiban untuk memulai ini, ” tukasnya. (***)