BIDIK KASUS - Lingkaran setan antara judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol) adalah fenomena gelap yang meresahkan, menciptakan jebakan yang terus menghimpit korbannya. Bayangkan seorang pemain yang awalnya tergiur oleh janji manis keuntungan instan dari judol—mereka berharap bisa mendapatkan uang cepat tanpa usaha besar.
Namun kenyataannya, yang terjadi justru sebaliknya. Alih-alih keluar sebagai pemenang, si pemain malah tersungkur dan kalah berkali-kali hingga kehilangan hampir semua hartanya.
Dalam keputusasaan, ia melihat satu-satunya jalan keluar yang cepat, pinjol, sebuah opsi yang digadang-gadang bisa menyelamatkan keuangannya. Tapi, tanpa disadari, pinjol ini justru memperdalam jurang utangnya.
Di sinilah letak ironi dari siklus gelap ini. Kalah judol, beralih ke pinjol; kalah lagi, pinjam lagi. Ada jebakan psikologis di balik siklus ini. Korban, dalam keputusasaan, yakin bahwa modal tambahan dari pinjol bisa mengembalikan kekalahan, mengembalikan apa yang hilang, atau bahkan menghasilkan lebih.
Euforia kemenangan semu ini mengikis akal sehat, menciptakan obsesi yang akhirnya menghancurkan keuangan dan kehidupan mereka. Lingkaran ini terus berputar, membawa korban semakin dalam tanpa jalan keluar.
Namun yang membuat ironi ini semakin menyesakkan adalah adanya "ordal" atau orang dalam—oknum-oknum di lembaga yang seharusnya punya kuasa untuk menghentikan praktik ilegal ini, tapi justru menjadi pelindungnya.
Mereka ini adalah sosok-sosok tak terlihat yang bermain di balik layar, memanfaatkan kekuasaan dan pengaruh mereka untuk melindungi jaringan hitam judol dan pinjol yang menghasilkan keuntungan besar. Mereka seharusnya menjadi garda terdepan dalam melawan kejahatan siber ini, tetapi alih-alih memberantas, mereka justru memperkuat keberadaan jaringan yang hanya menambah penderitaan korban.
Kini, Kementerian Komunikasi dan Digitalisasi (Komdigi) yang baru dihadapkan pada tantangan besar untuk memerangi bukan hanya keberadaan judol dan pinjol di dunia maya, tetapi juga membersihkan rumah sendiri dari para oknum yang seharusnya berada di pihak pemberantas, bukan pelindung. Melawan judol dan pinjol saja sudah sulit, tetapi melawan “musuh dalam selimut” adalah tantangan yang jauh lebih berat.
Tindakan pemberantasan terhambat oleh kepentingan dan jaringan kuat di dalam kementerian sendiri, menciptakan situasi di mana satu pihak berteriak melawan kejahatan digital, sementara pihak lainnya justru menjaga agar jaringan hitam ini tetap hidup.
Tugas besar Komdigi adalah membongkar dan memutus mata rantai ini dengan taktik yang cerdas dan strategi yang kokoh. Mereka harus berani mengguncang tembok-tembok kokoh yang menutupi keterlibatan oknum di dalam, menyingkap permainan kotor di balik kedok perlindungan hukum.
Mereka harus membersihkan lantai dasar dan lorong-lorong tersembunyi di kementerian untuk memastikan tidak ada satu pun orang dalam yang bermain dua kaki, yang di satu sisi menyusun aturan ketat melawan judol dan pinjol, tetapi di sisi lain melindungi para pelaku demi keuntungan pribadi.
Perang ini bukan hanya soal menerapkan teknologi yang lebih canggih atau membuat kebijakan yang lebih ketat, tetapi juga soal menggali dan menghapuskan kepentingan tersembunyi yang sudah mengakar kuat di dalam lembaga pemerintah.
Komdigi harus membangun integritas yang kokoh dan menciptakan ekosistem di mana setiap individu yang memiliki akses dan wewenang memahami serta menjunjung tinggi tanggung jawab mereka.
Di sinilah dibutuhkan keberanian dan ketegasan, melawan arus, mengikis habis jaringan hitam yang sudah lama tertanam, dan mengembalikan kepercayaan publik bahwa pemerintah benar-benar berada di pihak yang melindungi rakyat dari jebakan judol dan pinjol.
Jika langkah ini tidak diambil sekarang, lingkaran setan ini akan terus berlanjut. Masyarakat akan terus terperangkap dalam ilusi kemenangan instan, jatuh ke dalam jurang pinjaman dengan bunga mencekik, dan akhirnya terjebak tanpa jalan keluar.
Keberadaan ordal yang membekingi judol dan pinjol hanya akan memperpanjang penderitaan korban, memperkaya pelaku, dan membuat pemberantasan hanya sekadar jargon tanpa arti.
Komdigi yang baru memikul tanggung jawab besar—tantangan berat untuk memutus lingkaran setan ini—karena jika bukan sekarang, kapan lagi kita bisa memutus rantai hitam ini dan memberi ruang bagi masyarakat untuk bebas dari jebakan yang menjerat hidup mereka?
Jakarta, 11 November 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi