PENDIDIKAN - Topik mengenai kelulusan cepat Bahlil Lahadalia dari program doktoral dalam waktu 1, 5 tahun telah memicu perdebatan luas di masyarakat. Banyak yang mempertanyakan validitas dan integritas dari kelulusan ini, dengan pandangan bahwa menyelesaikan studi doktoral dalam waktu sesingkat itu adalah hal yang mustahil dan tidak sesuai dengan tradisi akademik yang umumnya membutuhkan waktu minimal tiga tahun.
Namun, kritik terhadap kelulusan cepat ini juga dapat dianggap sebagai respons emosional, dan bahkan mungkin dipicu oleh rasa tidak suka atau rasa iri dari beberapa pihak yang menganggap bahwa pencapaian ini seharusnya tidak mudah dicapai. Di balik perdebatan ini, terdapat argumentasi yang kuat bahwa kelulusan cepat semestinya menjadi inspirasi, bukan sekadar bahan kritik atau cibiran.
Pertama-tama, penting untuk melihat tujuan dasar dari pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Pendidikan tidak hanya bertujuan untuk menguasai teori atau memperpanjang masa studi; lebih dari itu, pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk membentuk individu yang mampu berpikir kritis, bekerja secara efektif dan efisien, serta memberi kontribusi positif bagi masyarakat.
Jika seorang mahasiswa dapat menyelesaikan studinya lebih cepat dari waktu yang ditetapkan dan memenuhi semua persyaratan akademik, hal tersebut seharusnya dianggap sebagai bukti kemampuan dan kompetensinya. Dengan kata lain, tujuan utama pendidikan adalah untuk menciptakan individu yang mampu melakukan segala sesuatu secara lebih cepat, akurat, baik, dan hemat—karakteristik yang sangat dibutuhkan dalam dunia kerja saat ini.
Melihat dari sisi efisiensi waktu, penyelesaian studi doktoral dalam waktu 1, 5 tahun oleh Bahlil dapat dianggap sebagai bentuk inovasi dalam pendidikan. Jika seseorang memiliki kemampuan, komitmen, dan sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan studi doktoral dalam waktu yang lebih singkat, mengapa harus diperlambat hingga tiga tahun?
Seperti analogi menanam padi yang disebutkan, panen bukanlah tentang menunggu waktu yang lama, tetapi tentang kesiapan hasil panen itu sendiri. Apabila padi siap dipanen dalam waktu kurang dari tiga bulan dengan hasil yang baik, maka petani tidak perlu menunggu lebih lama hanya untuk memenuhi norma atau tradisi. Demikian pula, dalam dunia akademik, jika seorang mahasiswa doktoral sudah siap, memiliki data yang cukup, serta argumentasi yang kuat untuk penelitian mereka, maka tidak ada alasan untuk menunda kelulusan mereka.
Kelulusan yang cepat juga memberikan contoh efisiensi waktu bagi mahasiswa lain, yang mungkin masih berpikir bahwa menyelesaikan studi doktoral membutuhkan waktu lama. Pencapaian ini menunjukkan bahwa dengan komitmen, fokus, dan dukungan yang tepat, seseorang dapat mencapai tujuan akademiknya dengan lebih cepat.
Ini penting terutama di tengah tantangan ekonomi dan sosial saat ini, di mana produktivitas dan efektivitas waktu menjadi semakin berharga. Dengan menyelesaikan studi lebih cepat, seseorang dapat segera berkontribusi dalam dunia profesional atau kembali berperan aktif dalam kehidupan sosial, yang secara tidak langsung juga memberi dampak positif bagi masyarakat luas.
Di sisi lain, polemik ini mungkin lebih merefleksikan masalah sosial, seperti rasa iri dan perasaan tidak suka yang sering muncul dalam masyarakat kita ketika melihat seseorang yang berhasil menembus batasan-batasan tertentu. Kritik yang muncul terhadap Bahlil bisa jadi datang dari orang-orang yang merasa bahwa kelulusan doktoral seharusnya membutuhkan waktu bertahun-tahun, karena mereka sendiri mengalaminya demikian.
Namun, menilai prestasi orang lain berdasarkan pengalaman pribadi bukanlah hal yang adil. Tidak semua orang memiliki perjalanan akademik yang sama, dan sistem pendidikan semestinya fleksibel untuk mengakomodasi keberagaman tersebut.
Kritik yang dilontarkan mungkin juga dipengaruhi oleh persepsi bahwa Bahlil tidak pantas mendapatkan pencapaian tersebut. Namun, sudut pandang ini lebih menggambarkan masalah subjektif daripada penilaian objektif terhadap kelayakan akademik.
Selanjutnya, penting juga untuk memahami bahwa pendidikan tingkat doktoral adalah tentang penelitian dan penemuan baru, bukan sekadar tentang waktu yang dihabiskan di bangku perkuliahan.
Jika seorang kandidat doktoral mampu membuktikan kebaruan, relevansi, dan kualitas penelitiannya dalam waktu yang singkat, maka tidak ada alasan untuk meragukan kredibilitasnya. Dalam dunia yang terus berkembang dengan cepat, efisiensi waktu dalam penelitian menjadi semakin penting. Oleh karena itu, kelulusan cepat ini semestinya dijadikan inspirasi, bukan dipandang sebagai sesuatu yang merusak tatanan akademik.
Secara keseluruhan, polemik terkait kelulusan cepat Bahlil lebih mencerminkan masalah "like and dislike" atau perasaan subyektif daripada isu akademis yang substansial. Polemik ini seharusnya menjadi momen refleksi bagi kita semua untuk melihat pendidikan dari sudut pandang efektivitas dan efisiensi, bukan sekadar mengikuti tradisi.
Pencapaian ini juga mengingatkan kita bahwa pendidikan adalah tentang peningkatan kualitas diri, kemampuan untuk berpikir lebih baik, serta berkontribusi lebih cepat dalam kehidupan nyata. Jika pendidikan hanya diukur dari waktu yang dihabiskan tanpa memperhitungkan hasil yang dicapai, maka kita mungkin telah kehilangan esensi utama dari pendidikan itu sendiri.
Jakarta, 15 November 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi