Sisilia Nurmala Dewi mengatakan bahwa di tahun 2021 ini, sumber-sumber kehidupan kaum tani kian rentan terdampak krisis iklim,
“Bencana ekologi akibat krisis iklim berupa kekeringan dan banjir bandang sama-sama mengancam kehidupan kaum tani, belum lagi makin banyaknya hama tanaman karena perubahan iklim, ”ujar Indonesia Team Leader 350.org
Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), selama abad 20, Indonesia mengalami peningkatan suhu rata-rata udara di permukaan tanah 0, 5 derajat celcius. Menurut Bappenas suhu di Indonesia diproyeksikan meningkat 0, 8 sampai 1, 0 derajat Celcius antara tahun 2020 hingga 2050. Bappenas memperkirakan di 2100, jika tidak ada langkah yang tepat, temperatur Indonesia akan meningkat 1, 5 derajat Celsius dan cuaca ekstrem akan lebih intens. Kondisi iklim ini akan menciptakan bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, longsor, berkurangnya produksi pertanian, dan terbatasnya area penangkapan ikan untuk nelayan.
“Itu semua akan berdampak pada kehidupan kaum tani dan pada gilirannya ketahanan pangan kita. Celakanya, proyeksi Bappenas itu akan lebih cepat dari yang diperkirakan, karena laporan Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel Climate Change/IPCC) di bawah PBB yang mengungkapkan pemanasan bumi terjadi lebih cepat dari perkiraan, ”ujar Sisil.
Terkait dengan itulah, upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, penyebab krisis iklim harus segera dilakukan. “Transisi energi menuju energi terbarukan harus segera diwujudkan. Namun, sayangnya, Bank-bank BUMN seperti BNI, justru masih menggelontorkan pendanaannya ke proyek energi kotor batubara, ” lanjut Sisil.
Untuk itu, lanjut Sisil, di Hari Tani 2021 ini, harus jadi momentum bagi bank BUMN untuk ikut mengambil peran dalam menghindarkan dampak buruk krisis iklim bagi kaum tani.
“Bank-bank BUMN, seperti BNI, harus menghentikan pendanaannya untuk proyek-proyek energi kotor batubara. Bank-bank milik negara itu harus mengarahkan pendanaannya ke proyek-proyek yang rendah emisi ramah lingkungan, ” tegas Sisil.
“Hari Tani merupakan momen yang tepat bagi pemerintah untuk berefleksi agar mampu melakukan pembangunan yang berpihak ke masyarakat dan lingkungan, bukan hanya segelintir orang. Contoh dengan menghentikan pembangunan PLTU Batu Bara yang selain menjadi sumber emisi GRK, juga erat kaitannya dengan konflik agraria yang merampas lahan para petani” - Ginanjar Ariyasuta, aktivis muda yang tergabung dalam gerakan Jeda untuk Iklim. (***)