JAKARTA - Dalam sebuah pertemuan, beberapa orang bertanya ke Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta: "kenapa selama lebih dari setahunan ini agak susah untuk memberi waktu bertemu dengan para aktifis?"
"Bukan tidak ada waktu", kata Anies. "Waktu ada", lanjut dia. "Hanya saja, saat ini saya belum bisa bicara politik. Rasanya Ora Kolu".
"Ora kolu itu apa artinya?" tanya seseorang kepada Anies. Pasti yang bertanya ini bukan orang Jawa. Karena "Ora Kolu" itu bahasa Jawa. Anies besar di Jogja yang sehari-harinya dalam komunikasi menggunakan bahasa Jawa.
Terkadang memang untuk hal-hal tertentu, bahasa Jawa lebih pas menggambarkan suasana batin orang Jawa, dari pada menggunakan bahasa Indonesia. Ini berlaku untuk semua bahasa daerah. "Ora Kolu" itu artinya "gak sampai hati".
"Coba bayangkan", kata Anies. "Setiap jam 18.30, saya di-update laporan warga DKI yang kena covid dan jumlah orang yang meninggal. Warga yang meninggal setiap hari jumlahnya ada ratusan", kata Anies dengan wajah yang terlihat tegang.
"Terus, saya terima tamu, dan mereka umumnya para aktifis, lalu ngobrol tentang politik 2024. Rasanya Ora Kolu, " tegasnya.
"Sekali lagi, mohon maaf. Bukan tidak ada waktu. Waktu selalu ada, apalagi untuk warga dan para aktifis. Tapi memang suasana batin saat itu belum memungkinkan." terang Anies.
"Pemprov DKI Jakarta sangat serius dalam menangani covid. Karena ini soal nyawa, dan soal nasib warga Jakarta, " lanjut Anies.
"Sekarang, covid sudah melandai, suasana hati tidak setegang hari-hari sebelumnya. Walaupun tetap terus mementau, karena angka covid masih fluktuatif, " kata Anies.
Rasanya terjawab sudah pertanyaan yang sering muncul di kalangan para aktifis: kenapa Anies tidak membuat tim media maupun timses untuk 2024?
Kenapa Anies tidak ikut Pasang Baliho seperti yang lain?
Sebagian malah curiga: jangan-jangan memang Anies gak berminat jadi presiden.
Ini lebih merupakan sebuah bentuk kekhawatiran kalau tokoh sekelas Anies dengan integritas, kapasitas dan semua pengalaman dan prestasinya sampai tidak mau mencalonkan diri jadi presiden. Apalagi elektabilitas Anies cukup tinggi. Dalam beberapa survei bahkan paling tinggi.
Dari sikap Anies ini kita seolah mendapat pesan bahwa "Negara ini tidak butuh orang yang berambisi, tapi butuh orang yang berprestasi dan matang dalam mempersiapkan diri".
Ketika ada yang nanya terkait 2024, Anies menjawab: "Saya masih fokus untuk menuntaskan pekerjaan di DKI, termasuk 23 janji politik".
Ketika didesak, Anies jawab: "itu terserah kepada rakyat". Saya rasa, ini sebuah jawaban yang cukup bijak.
Yang bisa kita ambil pelajaran dari cerita ini: pertama, setiap pejabat mesti fokus pada tugas utama yang diamanahkan. Tidak boleh kehilangan fokus demi sebuah karir yang lebih menggiurkan, termasuk keinginan menjadi presiden. Kedua, kesuksesan pejabat dinilai dari apa yang sudah dikerjakan, bukan apa yang dicitrakan atau dijanjikan.
Jika anda sukses jadi kepala daerah, dengan bukti adanya berbagai prestasi, tingkat kepuasan masyarakat yang juga tinggi, serta ada perubahan yang mudah dilihat dan dirasakan secara kolektif, maka anda berpeluang untuk sukses jadi kapala negara.
Jakarta, 11 September 2021
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa