JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) semakin memperketat kewaspadaan guna mencegah masuk dan menyebarnya penyakit Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease atau yang lebih dikenal dengan AHPND pada udang ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
KKP terus melakukan pengawasan dan sosialisasi terkait AHPND di sentra-sentra budidaya udang, dalam rangka melibatkan dan meningkatkan kesadaran stakeholder dan masyarakat pembudidaya terhadap bahaya AHPND dan pencegahannya.
Sebagai informasi AHPND merupakan jenis penyakit lintas batas (transboundary disease) yang saat ini tengah menjadi ancaman serius pada industri budidaya udang di berbagai negara seperti Malaysia, Thailand, China, Vietnam, Meksiko dan India.
Jenis penyakit ini disebabkan oleh bakteri Vibrio parahaemolyticus yang menghasilkan toksin mematikan dan terutama menyerang udang vaname yang berumur kurang dari 40 hari di tambak.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto dalam keterangan tertulis, Jumat (18/9/2020), mengatakan bahwa sebagai penyakit lintas batas, maka upaya pencegahan AHPND harus dilakukan secara ketat dan komprehensif, sehingga tidak ada celah yang memberi potensi terjadinya penyebaran AHPND di Indonesia.
Apalagi menurutnya, saat ini Pemerintah tengah serius untuk menggenjot produksi udang dalam negeri.
"Beberapa negara telah men-declare adanya infeksi pada industri budidaya udang, ini yang mesti kita waspadai, utamanya dengan mulai memperketat analisis resiko impor berbagai produk yang berpotensi jadi karier dari negara yang terkena wabah. Kita tidak ingin geliat industri budidaya udang dalam negeri terganggu, " tegas Slamet.
Slamet juga menjamin pihak KKP terus berupaya keras untuk melakukan berbagai langkah antisipatif. Ia membeberkan bahwa Ditjen Perikanan Budidaya telah menyiapkan setidaknya sepuluh upaya guna mencegah penyebaran AHPND tersebut.
Kesepuluh upaya tersebut, yakni : menerbitkan Perditjen no. 165 tahun 2019 tentang SOP Pencegahan AHPND; membentuk Satuan Gugus Tugas Pengendali Hama dan Penyakit Ikan; meningkatkan kapasitas laboratorium pengujian di UPT mulai dari metode, bahan uji dan SDM; memperketat pengawasan terhadap lalu lintas udang baik domestik maupun internasional; melakukan pendataan unit pembenihan dan tambak di setiap provinsi; sosialisasi pencegahan AHPND kepada petugas dinas dan stakeholder terkait; melakukan survailen (pengumpulan data penyakit berdasarkan pengambilan sampel/spesimen) ke sentra budidaya udang; dan menyusun format sistem pelaporan untuk pusat diagnostik Penyakit Ikan nasional.
Satuan Gugus Tugas Pengendalian Penyakit Ikan Nasional (Task Force) yang telah dibentuk melalui Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya No 184/KEP-DJPB/2020 yang terdiri dari pengarah, penanggung jawab, tim ahli dan pelaksana, dengan melibatkan baik dari pemerintah, akademisi maupun stakeholder terkait dalam rangka pengendalian penyakit ikan penting serta upaya mencegah masuknya penyakit ikan tertentu ke dalam wilayah NKRI, salah satunya adalah antisipasi pencegahan AHPND di sentra-sentra produksi budidaya udang di Indonesia.
"Kita harus pastikan seluruh sentra produksi budidaya udang terhindar dari AHPND. Saya kira, kerjasama dan komitmen dari seluruh stakeholder menjadi keniscayaan. Terutama pada pembudidaya, dihimbau untuk melakukan pengelolaan budidaya dengan memperketat biosecurity dan segera laporkan jika ada indikasi penyakit tersebut. Dua puluh empat jam Satgas HPI siap untuk lakukan langkah taktis, " ungkap Slamet.
Sementara itu, Pengurus Serikat Petambak Pantura Indonesia Kabupaten Pemalang Jawa Tengah, Rujatno, saat dikonfirmasi via pesan Whatsapp, menyatakan bahwa pihaknya terus melakukan edukasi kepada seluruh petambak di pantura guna mengantisipasi potensi penyebaran penyakit AHPND.
Menurutnya, saat ini budidaya udang vaname masih sangat bagus, oleh karenanya perlu pengelolaan yang ramah lingkungan.
"Bisnis budidaya udang ini lagi bagus bagusnya. Makanya, begitu ada informasi jenis penyakit AHPND mulai menginfeksi udang budidaya di beberapa negara tetangga, kita langsung waspada dengan segera melakukan berbagai langkah antisipatif. Upaya yang kita dorong yakni memberikan edukasi pentingnya penerapan biosecurity, disamping mengubah sistem budidaya yang lebih ramah lingkungan, " jelas Rujatno. (***)