JAKARTA - Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) menyesalkan beredarnya kabar pencairan dana triliunan rupiah yang diberikan perbankan untuk industri batu bara tanpa agunan atau agunannya tidak sepadan dengan pinjaman. Jumlah pendanaan yang mencapai Rp89 triliun ini diduga turut didanai oleh Bank BUMN. Menanggapi kabar ini, Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Anis Byarwati menilai, apabila perbankan memberikan pinjaman ‘dengan’ atau ‘tanpa’ agunan, maka harus diatur dengan jelas dalam aturan internal bank.
“Menurut saya, bank sebagai pemberi pinjaman tetap harus mengukur kelayakan kredit calon debitur dengan prinsip 6C, yakni Character, Capacity/Cashflow, Capital, Conditions, Collateral dan Constraint. Apabila isu ini benar, tentu bertentangan dengan harus adanya prinsip collateral (agunan), ” kata Anis, Sabtu (28/5/2022).
Baca juga:
TP PKK Bantaeng Gelar Pelatihan Pangan Lokal
|
Menurutnya, agunan ini sangat penting sebagai second way-out jika debitur melakukan wanprestasi dan secara psikologis menjadi pengikat keseriusan debitur menjalankan usaha dan membayar kewajiban kreditnya.
Terkait kekhawatiran sebagian pihak akan potensi terjadinya penyalahgunaan wewenang dan kredit macet, Anggota Komisi XI DPR RI ini menekankan bahwa apabila terjadi penyalahgunaan wewenang atau aturan, maka hal ini bisa dikenakan beberapa pasal baik aturan Perbankan, OJK maupun aturan lainnya. Belum lagi apabila kemudian menjadi kredit macet yang merugikan keuangan negara karena kabar ini terkait dengan salah satu BUMN, maka sudah tersedia perangkat hukum yang akan digunakan untukmenyelesaikannya.
Adapun terkait dengan dampak lingkungan, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mendorong agar perbankan di tanah air turut mendukung energi baru terbarukan.
“Terkait semangat energi baru terbarukan, saya termasuk yang mendukung semangat penggunaan sumber daya terbarukan karena seharusnya potensi ini bisa dimanfaatkan sepanjang masa melihat jumlahnya yang melimpah. Tetapi hal ini harus mendapatkan perhatian serius, terkait dengan masalah lingkungan, sehingga semangat energi baru terbarukan juga harus melihat dampak jangka panjangnya. Untuk itu, harus tetap selektif supaya tidak bertabrakan dengan kebijakan pemerintah terkait lingkungan hidup dan hal lainnya, ” pungkas Anis. (sf)