Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati: Rencana Pemerintah Gulirkan ‘Tax Amnesty’ Jilid II Bisa Cederai Rasa Keadilan

    Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati: Rencana Pemerintah Gulirkan ‘Tax Amnesty’ Jilid II Bisa Cederai Rasa Keadilan
    Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati

    JAKARTA - Agenda pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II akan segera digulirkan pemerintah. Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengingatkan pemerintah untuk mempertimbangkan pihak wajib pajak yang patuh (honest tax payer). Menurutnya, pembayar pajak yang patuh tentu akan merasa kecewa karena tidak merasa diuntungkan dengan adanya kebijakan yang kembali diulang ini. Nantinya, tingkat kepatuhan pajak di masa mendatang juga akan menurun seiring dengan mudahnya pemerintah menggulirkan tax amnesty.

    “Selain kecewa, pembayar pajak yang jujur juga takut bahwa pendapatan negara yang hilang akibat tax amnesty akan menjadi beban pajak untuk mereka di masa yang akan datang. Hal ini bisa mendorong para pembayar pajak yang jujur untuk ikut melakukan pengemplangan. Dari sini kita dapat melihat bahwa sekarang justru bukan saat tepat untuk melakukan tax amnesty. Jangan sampai tax amnesty jilid kedua ini membuat rakyat kembali tercederai rasa keadilannya, sebagaimana pernah terjadi pada mayoritas masyarakat yang patuh membayar pajak yang seolah diabaikan dengan kebijakan tax amnesty 2016 lalu, " kata Anis, Kamis (21/5/2021).

    Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah akan segera membahas aturan terbaru mengenai tax amnesty. Aturan pengampunan pajak itu termasuk dalam materi Revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Pemerintah berharap tax amnesty kedua itu segera disetujui oleh pihak legislatif, mengingat telah masuk dalam Prolegnas Tahun 2021 ini. Terkait hal tersebut, Anis justru mempertanyakan efektivitas kebijakan tax amnesty pertama yang digulirkan pemerintah pada 2016 lalu. 

    Ketika tax amnesty dirancang, pemerintah setidaknya memiliki tiga sasaran utama. Pertama, kebijakan tersebut diharapkan dapat menambah pendapatan perpajakan di Indonesia sehingga dapat sedikit menutup defisit anggaran. Kedua, kebijakan ini dapat menarik dana dari luar negeri. Ketiga, kebijakan ini diharapkan dapat memperluas basis perpajakan di Indonesia yang pada akhirnya dapat meningkatkan tax ratio Indonesia.

    Terkait dengan sasaran pertama, Anis yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini mengungkap, pemerintah menargetkan tambahan pendapatan pajak sebesar Rp165 triliun dari kebijakan ini. Bahkan, pada awalnya jumlah tersebut merupakan tambahan pendapatan perpajakan untuk tahun 2016. Akan tetapi, target tersebut dijadikan target selama program pengampunan pajak berjalan. Angka terakhir menunjukkan bahwa jumlah uang tebusan yang masuk hanya sebesar Rp135 triliun, atau hanya 81 persen dari target yang sudah dicanangkan. 

    “Melesetnya target tersebut tentu berimplikasi ke APBN yang sedang berjalan. Apabila angka tersebut sudah dimasukkan sebagai target pendapatan, maka ketika tidak tercapai, kekurangan sebesar Rp30 triliun harus ditambal, baik melalui penambahan defisit (utang) maupun mengurangi pos belanja, ” kata Anis.

    Mengenai sasaran kedua, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga mengingatkan, pemerintah dalam berbagai kesempatan selalu menyatakan bahwa kebijakan pengampunan pajak ini penting untuk menarik dana-dana orang Indonesia yang disimpan di luar negeri. Awalnya, pemerintah menyatakan terdapat sekilat Rp11.000 triliun dana yang tersimpan di luar negeri. Angka ini kemudian diturunkan, sehingga mendekati perkiraan illicit fund Indonesia yang dihitung oleh World Bank, yaitu sebesar Rp4000 triliun.

    Data terakhir menunjukkan bahwa dana repatriasi hanya mencapai Rp147 triliun, atau hanya sekitar 4 persen dari potensi yang ada.  Rendahnya dana repatriasi disebabkan oleh sejumlah hal. "Pertama, waktu yang diperlukan untuk mencairkan aset yang berbentuk fisik. Kedua, tarif repatriasi dan deklarasi luar negeri hanya selisih 1-2 persen. Hal tersebut menjadi insentif seseorang untuk sekedar mendeklarasikan asetnya di luar negeri, tanpa perlu membawa dana tersebut kembali ke Indonesia, ” paparnya.

    Terakhir, terkait sasaran ketiga yaitu basis pajak, Anis menyatakan bahwa parameter ini pada dasarnya belum dapat dibuktikan. "Itu karena kita harus melihat tax ratio Indonesia pada tahun 2017 untuk melihat seberapa besar dampaknya. Akan tetapi perlu diingat bahwa sejumlah penelitian empiris menunjukkan bahwa kebijakan tax amnesty tidak akan berpengaruh besar terhadap tax ratio, ” pungkas legislator dapil DKI Jakarta I itu. (alw/sf)

    Anis Byarwati DPR RI KOMISI IX PKS
    Updates

    Updates

    Artikel Sebelumnya

    Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto...

    Artikel Berikutnya

    Novita Wijayanti Apresiasi Progres Pembangunan...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Antisipasi Pencurian Kendaraan Roda Dua, Bhabinkamtibmas Sempur Himbau Warga
    Jalin Silaturahmi, Kapolsek Bogor Utara Anjangsana ke SMAN 7 Kota Bogor
    Terkikis Air Hujan, Bhabinkamtibmas dan Bhabinsa Monitoring Perbaikan Saluran Air
    Melalui kegiatan Patroli Perekat, Anggota Polsek Batujaya Ciptakan Keamanan di Bank BRI pada malam hari
    Pangdam V/Brawijaya Komitmen Dukung Percepatan Pembangunan Infrastruktur

    Ikuti Kami