BANDUNG - Dilansir dari Agro Indonesia.co.id terkait permasalahan dan dampak Undang-undang Cipta Kerja, dan produk turunannya menjadi senjata efektif Presiden Joko Widodo (Jokowi) menata ulang hutan di Jawa-Madura yang selama ini dikelola Perum Perhutani.
Dari total 2.4 juta hektare (ha) kawasan hutan yang dikelola Perhutani, seluas 1 juta hektare (ha) akan dipangkas dan dijadikan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), di mana rakyat bisa masuk mengelola dengan format Perhutanan Sosial. Ini mejadi polemik di masyarakat dan aktifis kehutanan sehingga penolakan dari berbagai kalangan pun mencuat.
Wacana pemangkasan areal konsesi hutan Perum Perhutani, pengelola hutan di Jawa-Madura, sudah beberapa kali disuarakan. Tapi semuanya kandas tak berbekas. Kini, rencana itu mencuat kembali. Bahkan, rencana baru ini kemungkinan bisa terwujud, mengingat pemerintahan Presiden Jokowi punya senjata maut: UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan produk hukum turunannya, PP No.23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Hutan.
Dari produk hukum tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah merancang formulasi pengaturan pengelolaan Perhutanan Sosial, khususnya untuk Pulau Jawa. Jika berdasarkan PP No. 72 tahun 2010 tentang Perum Kehutanan Negara, areal hutan yang dikelola Perhutani mencapai 2.4 juta ha. Tapi berbekal produk hukum baru di atas, luas itu akan dibabat sekitar 1 juta ha. Dalam bahasa Menteri LHK Siti Nurbaya, pemangkasan itu demi menyehatkan Perhutani agar fokus pada bisnis multiusaha “dan pelaksanaan reforma agraria Perhutanan Sosial untuk kesejahteraan masyarakat.”
Areal pemangkasan itu akan ditetapkan sebagai KHDPK untuk Perhutanan Sosial, Penataan Kawasan Hutan dalam rangka Pengukuhan Kawasan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan, Rehabilitasi Hutan, Perlindungan Hutan, atau Pemanfaatan Jasa Lingkungan. Untuk Perhutanan Sosial, ada lima skema, yakni Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Kemitraan Kehutanan, atau Hutan Adat. Skema ini yang akan jadi peluang emas rakyat mengelola hutan di Jawa.
“Setelah masuknya pengaturan tentang Perhutanan Sosial dalam Undang-Undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, aturan-aturan di bawahnya harus segera dirapikan untuk mempercepat implementasi Perhutanan Sosial untuk rakyat, ” ujar Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) KLHK, Bambang Supriyanto.
Nantinya, kata Bambang, hanya cukup satu peraturan menteri LHK untuk mengintegrasikan beberapa aturan menteri dan dirjen yang sudah ada terkait Perhutanan Sosial.
Namun, rencana pemangkasan ditolak anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Darori Wonodipuro. Bahkan, penolakan sudah disuarakan beberapa anggota saat rapat kerja dengan Menteri Nurbaya. “Komisi IV menolak rencana tersebut, ” ujar Darori, Jumat (9/4/2021).
Penolakan yang sama juga disuarakan Ketua Umum Yayasan Peduli Hutan Indonesia (YPHI), Transtoto Handadhari. Menurut mantan dirut Perhutani ini, meski memiliki niat baik, namun Perhutanan Sosial berpotensi merusak dan menghilangkan hutan di Jawa.
“Proses penyiapan lahan Perhutanan Sosial saja tak jarang sudah mengandung masalah. Perusakan hutan dalam penyiapan permohononan Perhutanan Sosial, permainan uang, sampai konflik horisontal di lapangan diakui banyak terjadi, ” katanya.(***)