JAKARTA - Peringati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) internasional, Mahkamah Agung (MA) menyelenggarakan acara Pelatihan HAM bagi Hakim Peradilan Umum seluruh Indonesia. Pelatihan HAM ini merupakan Pelatihan Lanjutan yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung bekerja sama dengan Norwegian Center for Human Right (NCHR) dan LeIP. Pelatihan ini diikuti oleh 29 peserta terpilih dari 89 peserta Pelatihan HAM untuk Hakim yang dilaksanakan sebelumnya.
Selain kedua pelatihan yang disebut di atas, sebanyak 1583 Calon Hakim dari seluruh lingkungan peradilan juga telah mendapatkan materi khusus tentang penerapan prinsip HAM pada 2018-209 yang lalu. Sehingga selama kurun waktu 2018-2021, Mahkamah Agung telah menyelenggarakan Pelatihan HAM untuk 1672 Calon Hakim dan Hakim.
Dalam sambutannya pada Acara Penutupan pelatihan tersebut secara virtual pada 10 Desember 2021 pukul 18.30, Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. H.M. Syarifuddin, SH., MH, menyampaikan bahwa ia merasa bangga karena dalam peringatan hari HAM Internasional tahun ini Mahkamah Agung bisa mengisinya dengan kegiatan yang sangat penting, yaitu penyelenggaraan Pelatihan HAM lanjutan bagi para hakim di lingkungan peradilan umum. Mahkamah Agung memandang bahwa pemahaman dan keahlian para hakim dalam menerapkan prinsip-prinsip HAM yang termuat dalam berbagai sumber hukum adalah sangat penting dikaitkan dengan esensi atau tujuan dibentuknya lembaga peradilan dalam konsep negara hukum modern.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa konsep negara hukum modern lahir dari visi para tokoh pemikir dunia, bahwa setiap warga negara memiliki hak yang harus dilindungi oleh negara dan tidak boleh dilanggar oleh siapapun, termasuk oleh raja atau pun pemerintah. Konsep negara hukum menghendaki adanya mekanisme yang dapat diakses oleh setiap warga negara dengan setara dan tanpa diskriminasi untuk mendapatkan pemulihan atas hak-haknya yang terlanggar oleh pihak lain. Mekanisme ini hanya dapat dijalankan oleh lembaga peradilan yang independen dengan para hakim yang kompeten dan berintegritas.
Hakim Agung asal Baturaja tersebut menyatakan bahwa tugas hakim dalam menegakkan HAM dalam setiap perkara yang diadilinya bukanlah sesuatu yang mudah, karena untuk memenuhi fungsinya dalam menegakkan konsep negara hukum, hakim bukan hanya harus independen, tetapi juga harus memiliki pengetahuan mendalam menyangkut kerangka hukum nasional dan internasional tentang HAM, serta mengenali dan memahami cara untuk merespons tantangan yang muncul dalam penerapan prinsip-prinsip HAM dalam perkara yang ditanganinya.
Pengetahuan dan pemahaman inilah yang diharapkan dapat diperkuat melalui program pelatihan HAM lanjutan yang dilaksanakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung, LeIP dan NCHR ini. Dalam pelatihan ini, para peserta menerima materi dan mekanisme spesifik yang diterima secara universal untuk diterapkan oleh para hakim ketika harus memutus perkara yang di dalamnya terdapat kontestasi prinsip, kepentingan, dan hak asasi beberapa pihak sekaligus.
Untuk itu, Guru Besar Universitas Diponegoro tersebut berharap bahwa setelah mengikuti pelatihan, para hakim diharapkan mampu menuangkan pengetahuan dan pemahamannya melalui pertimbangan-pertimbangan hukum dalam putusannya. Sebagai hasil dari pelatihan ini, pada masa mendatang diharapkan semakin mudah menemukan putusan hakim yang komprehensif, sekaligus lugas untuk menegakkan prinsip-prinsip HAM dalam suatu perkara. Melalui putusan-putusan tersebut, dalam jangka panjang diharapkan pengadilan akan mampu membentuk standar penghormatan pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia yang lebih tinggi di Indonesia.
“Saya berharap alumni pelatihan-pelatihan ini dapat menambah figur-figur yang dapat menjadi contoh bagi hakim-hakim lainnya dalam memenuhi hak asasi para pihak melalui pelaksanaan kewenangannya dalam memeriksa dan memutus perkara, ” harap Ketua Mahkamah Agung di akhir sambutannya. (azh/RS)