PENDIDIKAN - Di sebuah sekolah negeri yang terlihat tenang dari luar, sebenarnya terdapat dinamika yang kompleks. Salah satunya adalah keberadaan komite sekolah, organisasi yang seharusnya menjadi jembatan antara masyarakat dan pihak sekolah untuk mendukung pendidikan yang lebih baik. Namun, belakangan ini, kinerja komite sekolah menjadi sorotan tajam, terutama setelah ditemukan fakta bahwa sebagian besar praktik pungutan liar (pungli) di sekolah berasal dari organisasi ini.
Mari kita simak kisah nyata dari salah satu orang tua murid. Ibu Dina, seorang pekerja harian di kota kecil, pernah mendapat undangan rapat komite sekolah anaknya. Dalam rapat tersebut, disampaikan bahwa setiap orang tua wajib menyumbang dana pembangunan sebesar Rp500.000 per semester. Tidak ada alasan atau ruang untuk menolak, karena pungutan itu dianggap "keputusan bersama." Padahal, bagi Ibu Dina, jumlah itu sangat besar dan sulit dipenuhi. "Ini bukan keputusan bersama, " keluhnya, "kami hanya mendengar keputusan yang sudah jadi."
Kenyataan ini membuat banyak orang tua bertanya-tanya: apakah benar komite sekolah menjalankan fungsinya sesuai tujuan awal? Atau justru telah melampaui batas, menjadi alat legitimasi bagi pungli yang membebani masyarakat?
Fungsi Komite Sekolah yang Menyimpang
Sebagai organisasi resmi, komite sekolah dibentuk dengan misi mulia: meningkatkan kualitas pendidikan, menjadi mitra sekolah, dan menyalurkan aspirasi orang tua. Namun, sering kali komite sekolah justru berfungsi sebaliknya. Bukannya membantu meringankan beban, mereka malah menjadi dalang di balik berbagai pungutan yang tidak jelas pertanggungjawabannya.
Misalnya, komite sering berdalih bahwa dana yang dikumpulkan digunakan untuk kebutuhan sekolah seperti renovasi, ekstrakurikuler, atau pengadaan alat belajar. Namun, tanpa mekanisme pengawasan yang jelas, aliran dana tersebut rentan disalahgunakan. Beberapa kasus bahkan menunjukkan adanya kolusi antara pihak komite dan sekolah untuk membenarkan pungutan yang sebenarnya tidak wajib.
Evaluasi yang Mendesak
Sudah saatnya kinerja komite sekolah dievaluasi secara menyeluruh. Ada beberapa langkah konkret yang perlu dilakukan:
Pengawasan Transparan
Pemerintah dan dinas pendidikan perlu memastikan bahwa setiap pungutan yang dilakukan komite sekolah memiliki dasar hukum yang jelas dan diawasi ketat. Komite sekolah harus membuat laporan keuangan secara berkala yang dapat diakses oleh semua orang tua.
Peran Orang Tua yang Lebih Kritis
Orang tua perlu diberdayakan untuk berani bersuara dan mempertanyakan setiap keputusan komite yang dianggap memberatkan. Mereka harus diberi ruang untuk menyampaikan keberatan tanpa takut akan dampaknya terhadap anak-anak mereka.
Sosialisasi Regulasi
Banyak orang tua tidak memahami aturan terkait pungutan di sekolah. Pemerintah perlu lebih aktif memberikan informasi bahwa pungutan yang tidak sesuai dengan Permendikbud adalah ilegal, termasuk yang dilakukan atas nama komite sekolah.
Revitalisasi Peran Komite
Komite sekolah perlu kembali ke fungsi utamanya: menjadi mitra yang mendorong partisipasi masyarakat dalam pendidikan, bukan sebagai lembaga pengumpul dana. Anggotanya juga perlu dipilih secara transparan dan akuntabel.
Sebuah Harapan Baru
Masyarakat berharap evaluasi ini tidak hanya menjadi wacana tanpa aksi. Jika fungsi komite sekolah diperbaiki, maka hubungan antara orang tua, sekolah, dan anak-anak dapat menjadi lebih harmonis. Beban biaya yang tidak perlu dapat dihilangkan, sehingga semua pihak dapat fokus pada tujuan utama: memberikan pendidikan yang terbaik bagi generasi mendatang.
Ibu Dina kini tak lagi diam. Bersama orang tua lain, ia mulai menggalang diskusi untuk menuntut transparansi di sekolah anaknya. "Kami tidak ingin menghapus komite sekolah, " ujarnya. "Kami hanya ingin mereka menjalankan fungsi dengan benar."
Dari cerita seperti ini, kita diingatkan bahwa perubahan besar dimulai dari langkah kecil. Jika satu suara berani bersuara, suara lainnya akan ikut menggema. Kini, tugas kita bersama adalah memastikan bahwa pendidikan tetap menjadi hak, bukan beban.
Jakarta, 27 Januari 2025
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi