JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menyelenggarakan Indonesia-Australia Senior Economic Officials Meeting (SEOM) pada tanggal 14 Desember 2021.
SEOM merupakan dialog bilateral tahunan dengan melibatkan pejabat senior dari Kementerian/Lembaga dengan portofolio ekonomi, perdagangan dan investasi kedua negara. Agenda the 2nd Indonesia-Australia SEOM membahas berbagai kepentingan kedua negara terkait Outlook Fiskal dan Makroekonomi, Presidensi G20 2022, Optimalisasi Perdagangan Bilateral, serta Ekonomi Hijau, Transisi Energi dan Investasi.
“Momentum pemulihan ekonomi global tetap menghadapi beberapa tantangan seperti varian baru COVID-19, krisis energi, inflasi global, tapering off the FED, dan perkembangan lainnya. Oleh karenanya, penting bagi kedua negara untuk tetap waspada dan menyiapkan berbagai strategi untuk memitigasi risiko tersebut guna menjaga momentum pemulihan ekonomi, ” ujar Plt Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional Edi Prio Pambudi dalam siaran pers yang diterima, Rabu (15/12/2021)
Indonesia dan Australia perlu memanfaatkan kerangka Kemitraan Strategis Komprehensif untuk menavigasi jalan dalam memerangi pandemi ini.
“Kita harus menjaga momentum kerja sama ekonomi ini dan benar-benar membangun kerja sama Indonesia-Australia sebagai “economic powerhouse” bagi kawasan Indo-Pasifik, " tegas Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Abdul Kadir Jailani.
Pada Agenda Outlook Fiskal dan Makroekonomi, kedua negara memandang pandemi COVID-19 tetap menjadi salah satu variabel utama pemulihan ekonomi Indonesia dan Australia. Pemulihan ekonomi global masih belum merata dan tetap memiliki risiko penurunan yang signifikan.
Oleh karena itu, Pemerintah harus tetap waspada dengan ketidakpastian pandemi COVID-19. Selain itu, tekanan inflasi global akhir-akhir ini meningkat. Pada bulan April-Mei 2021, tren kenaikan inflasi di Amerika Serikat dan Eropa yang cukup persisten hingga Oktober 2021 perlu diwaspadai karena dapat berdampak meluas ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia dan Australia. Secara khusus, potensi inflasi impor dan percepatan normalisasi kebijakan moneter dari negara-negara ekonomi utama perlu diwaspadai.
Sebagai anggota G20, Indonesia dan Australia perlu memperkuat semangat kebersamaan untuk menghasilkan agenda yang mengedepankan inklusivitas, berorientasi pada tindakan, dan langkah-langkah konkrit. Presidensi G20 2022 diharapkan menghasilkan outcome utama berupa Strategi Komprehensif G20 untuk Pemulihan Global yang terdiri atas tiga topik utama yaitu Global health architecture, Economic transformation through digitalization, dan Energy transition.
Program transisi energi yang saat ini sedang dilakukan dalam mewujudkan karbon netral pada 2060, Indonesia memiliki 156 proyek Clean Development Mechanism (CDM) yang terdaftar di UNFCCC, pertumbuhan pesat Proyek Verified Carbon Standard (VCS), proyek Join Credit Mechanism (JCM) terbanyak di dunia, Gold Standard sebagai skema kredit baru (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Sidrap), serta skema Plan Vivo yang sangat menarik bagi pengembang proyek karbon berbasis hutan masyarakat.
Kedua negara memiliki kesamaan tujuan dalam mendorong proses transisi energi dari bahan bakar fosil menuju energi baru dan terbarukan (EBT) serta teknologi rendah emisi. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kolaborasi yang intens antara kedua negara dengan memanfaatkan keunggulan masing-masing. Pada periode Januari-September 2021, realisasi investasi untuk sektor diluar minyak, gas dan keuangan Australia di Indonesia mencapai nilai 45.1 Milyar USD 73, 3% melebihi target 2021.
Baca juga:
Gowes Ala Distamhut DKI Jadi Sorotan FWJ
|
Selain itu, Indonesia dan Australia merupakan negara dengan cadangan bijih nikel terbesar di dunia. Nikel merupakan komponen utama dari baterai dan diperkirakan penggunaan baterai dunia akan terus meningkat. Berdasarkan fakta tersebut, Indonesia dan Australia dapat memanfaatkan cadangan nikel yang dimiliki untuk menjadi pusat produksi baterai global.
Kerja sama Energy transition juga merupakan tindak lanjut dari Joint Statement on Cooperation on the Green Economy and Energy Transition Presiden RI dan Perdana Menteri Australia, 30 Oktober 2021 di Roma. Joint Statement tersebut juga mempertegas peran IA-CEPA untuk mendukung pencapaian green economy dan energy transition, dan mencatat opportunities to enhance cooperation yang termasuk diantaranya pemanfaatan program IA-CEPA ECP Katalis untuk mengembangkan electric vehicle business partnerships, termasuk dukungan untuk mengembangkan sektor manufaktur critical minerals. Pada kesempatan tersebut juga dilaksankan pembahasa ratifikasi RCEP, AANZFTA Upgrading, dan implementasi kerja sama di bidang ketenaga kerjaan (MoU Skill Exchange, MoU Workplace-based Training, dan Agricultural Worker Visa).
Dubes Australia untuk Indonesia, Penny Williams menegaskan, dalam beberapa tahun belakangan, Australia dan Indonesia telah menyaksikan capaian-capaian besar dalam hubungan ekonomi, perdagangan dan investasi, terutama dengan terbentuknya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA).
"Pertemuan ini merupakan kesempatan terbuka bagi kedua negara untuk membangun capaian tersebut guna menciptakan peluang pertumbuhan baru bagi kedua negara. Australia penuh harap atas Kepemimpinan G20 Indonesia dan mendukung upaya untuk mempromosikan pemulihan ekonomi global, " ujar Penny Williams. (***)