Agam - Memiliki lahan yang terbatas, tak menyurutkan semangat Novia Sandriati, SE, ME untuk bercocok tanam. Dengan memanfaatkan perkarangan rumah, Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Agam ini mengembangkan tanaman import dengan cara hidroponik.
Novia begitu ia akrab disapa, menyebut pandemi Covid-19 membuatnya berkenalan dengan teknik bercocok tanam secara hidroponik. Dirinya menyulap pekarangan berukuran 3×4 meter jadi kebun hidroponik.
“Awal memulainya pada Mei 2020, saat pandemi Covid-19 merebak, saat aktivitas banyak di rumah saja, ” ujarnya, Senin (1/3).
Lebih lanjut disebutkan, dirinya mempelajari teknik berhidroponik secara autodidak. Ia hanya memanfaatkan tutorial yang didapat dari media sosial, seperti Facebook dan Youtube serta mengunduh sejumlah referensi dari internet.
“Belajar dari internet. Untuk media tanamnya pun saya cuma memanfaatkan toples bekas, ” sebut PNS yang kini menjabat Kepala Bidang di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Agam itu.
Saat ini di kebun mininya itu terdapat sejumlah tanaman holtikultura, seperti tanaman Tomat jenis MD Baby, Cabai jenis Ornament Purple, Bunga Vinca dan sebagainya.
“Untuk jenis tanaman, semuanya jenis import yang bibitnya saya beli secara online, ” katanya.
Menurutnya, bercocok tanaman secara hidroponik sangat mudah dan tidak repot. Selain itu, biaya yang dibutuhkan untuk membeli nutrisi tanaman juga terbilang irit.
Novia merinci, untuk membeli 1 bungkus nutrisi seberat 250 gram hanya perlu mengeluarkan kocek Rp45 Ribu. Dalam 1 bungkus terdiri dari nutrisi Amix dan Bmix yang jika dilarutkan masing-masing bisa menjadi 500 ml dan 509 ml.
“Jumlah Amix dan Bmix itu bisa dilarutkan pada 100 litet air, yang bisa tahan selama 6 bulan, ” terangnya.
Bukan itu saja, Novia pun menyebut teknik hidroponik memiliki banyak kelebihan, seperti, tidak membutuhkan lahan yang luas, tidak perlu disiram setiap hari, karena hidroponik yang digelutinya berupa metode Wicksystem atau sistem sumbu dengan memanfaatkan botol dan toples bekas.
Kemudian, nutrisi yang diberikan sesuai kebutuhan tanaman, seperti nutrisi generatif tomat diberikan jika tanaman tomat sudah dewasa.
“Tanaman hidroponik lebih higienis, karena tidak pakai sekam bakar atau tanah, kemudian juga tidak ada cacingnya, ” ucap Novia.
Selain sebagai sarana melepas hobi, aktivitas yang sudah digelutinya kurang lebih 9 bulan itu, juga mendatangkan pundi-pundi rupiah. Sebab, cabai dan tomat import ini selain sebagai hiasan yang indan dipandang juga bisa dikonsumsi.
“Untuk cabai jenis tertentu, sepeti Carolina Reaper dan Murupi Yellow
per buah harganya bisa Rp20 ribu, harga bibit yang masih bayi Rp10 ribu, dewasa Rp20 ribu, ” sebutnya lagi.
Menurutnya, saat ini belum banyak masyarakat yang mau bercocok tanam secara hidroponik. Hal itu lantaran tidak kenalnya masyarakat dengan teknik hidroponik.
Sungguhpun begitu, dirinya berharap akan banyak masyarakat yang terbatas dengan lahan untuk melirik teknik hidroponik. Selain itu kedepan dirinya berharap bisa menguasai teknik penyilangan, sehingga bisa menciptakan jenis tanaman baru.
“Untuk saat ini kan belum punya Green House sementara jenis tomat ada 24 varian, jenis cabai ada sekitar 15 varian, semoga kedepannya bisa punya Green House, sehingga bisa menambah varian tanaman, ” ujarnya.