JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Dewi Asmara menegaskan agar persoalan obat, oksigen, dan ventilator harus terbebas dari kepentingan bisnis. Hal ini menyusul tingginya harganya obat serta tabung oksigen karena adanya kelangkaan pasokan karena peningkatan permintaan di masyarakat di tengah pandemi ini.
“Yang kami pertanyakan adalah di mana peran Kemenkes mengatur harga sebagai upaya perlindungan terhadap akses masyarakat. Karena sekarang ini sudah banyak relawan yang bergerak sendiri, menjual dengan harga murah sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk membantu masyarakat, ” ujar Dewi saat Rapat Kerja jajaran dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, serta institusi kesehatan lainnya yang diselenggarakan secara hybrid dari Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/7/2021).
Ia menjelaskan, beberapa keluhan dari pihak rumah sakit yang diterimanya adalah minimnya bantuan dari pemerintah untuk mengirimkan alat bantu pernapasan High Flow Nasal Cannula (HFNC) untuk membantu penanganan pasien Covid-19. “Yaitu, alat bantu pernapasan supaya jangan sampai sebelum pasien masuk ICU bisa terbantu dengan adanya alat ini. Dan juga ventilator tambahan meskipun buatan dalam negeri, ” ujar Dewi.
Karena itu, politisi Partai Golkar tersebut meminta agar institusi berwenang, khususnya Kemenkes dan Badan POM untuk melakukan inspeksi mendadak (sidak) penjualan oksigen dan obat yang harganya melambung berkali lipat. Sehingga, tegasnya, pihak keamanan juga dapat menindak pelaku penimbunan dan berperan mengatur harga agar tidak melonjak tinggi.
“Jadi yang pertama Kemenkes, BPOM, dan Gugus tugas lakukan sidak dan kebijakan mengenai harga saat pandemik untuk masalah obat, oksigen, dan lain-lain ini. Kalau ini tidak segera diselesaikan kami mempertanyakan seluruh tanggung jawab dan nilai moral kita yang menelantarkan frontliner di rumah sakit, ” tegas legislator dapil Jawa Barat IV itu.
Diketahui, dalam Rapat Kerja tersebut, terungkap bahwa kapasitas produksi oksigen nasional sebesar 866.000 ton/ tahun. Namun demikian, semua pabrik penghasil oksigen utilisasinya hanya 74 persen atau 639.900 ton/ tahun, yang disebar untuk industri sebesar 458.588 ton/ tahun dan medis 181.312 ton/tahun. Dengan adanya pandemi ini, Kemenkes sudah mendapatkan komitmen dari Kemenperin bahwa terjadi konversi dari industri ke medis sampai 95 persen. (rdn/sf)