JAKARTA - Pagu Indikatif Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tahun Anggaran (TA) 2022 naik Rp31 miliar menjadi Rp478, 56 miliar dibandingkan TA 2021 yang sebesar Rp447, 24 miliar. Meski demikian, ada catatan tersendiri dari anggota Komisi VII DPR RI, Mercy Chriesty Barends terkait anggaran Ditjen Minerba.
“Terkait pemblokiran anggaran sarana dan prasarana inspektorat tambang IT sebesar Rp15 miliar, mohon kejelasan secara lebih rinci, kenapa diblokir, ” ujar Mercy dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Minerba beserta jajarannya, di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (7/6/2021).
Mercy mempertanyakan alasan dari Kemenkeu atau Bappenas, karena berdasarkan undang-undang Minerba yang terbaru dan baru saja disahkan, hal tersebut sudah clear. “Kewenangan untuk urusan yang berkaitan dengan pemerintah pusat dalam hal ini C.Q Kementerian ESDM salah satu poinnya yaitu pengelolaan inspektur tambang dan pejabat pengawas pertambangan. Artinya ini sudah jalan cukup lama dengan, meng-hired mereka dan juga membantu mereka, ” sambungnya.
Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini menerangkan, biasanya wilayah-wilayah pertambangan bukanlah di daerah perkotaan, tapi rata-rata di daerah-daerah yang cukup sulit dijangkau. Dan hampir setiap tahun, Komisi VII melakukan pertemuan di daerah untuk mengevaluasi dan pengawasan pertambangan dan mineral. “Banyak sekali catatan dari para pengawas pertambangan, seperti yang meminta perhatian serius dari kami di Komisi VII DPR RI tentang penambahan kesejahteraan mereka yang berada di wilayah yang sulit (3T), ” urai Mercy.
Tidak hanya itu, para pengelola dan pengawas pertambangan itu juga meminta penambahan sarana dan prasarana di daerah terdepan, terpencil dan terluar (3T). Jika anggaran tersebut juga dihapus, Mercy mempertanyakan fungsinya sebagai anggota Komisi VII DPR RI yang ikut membahas anggaran Kementerian ESDM. Sementara di luar sana penambangan liar terus meningkat.
Menurutnya di saat itulah seharusnya negara hadir di daerah-daerah 3T untuk memperjuangkan peningkatan masyarakat sekitar, termasuk kesejahteraan pada pengelola dan pengawas pertambangan. “Ini menjadi tidak logic dan tidak rasional, kenapa diblokir? Mungkin salah satu rekomendasi yang diblokir ini dikembalikan lagi sehingga bisa memperkuat Kementerian ESDM untuk pengawasan pertambangan di daerah-daerah 3T, ” tegasnya. (ayu/es)