JAKARTA - Komisi XI DPR RI saat ini sedang melakukan pendalaman terhadap Rancangan Undang-undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (RUU HKPD) yang diajukan pemerintah. Dalam Rapat Dengar Pendaat Umum dengan sejumlah pakar pada Senin (12/7/2021), Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menyampaikan sejumlah catatan.
Secara umum, Anis berharap DPR bisa memberikan masukan-masukan signifikan kepada pemerintah agar tujuan dari dibuatnya RUU ini dapat tercapai. Anis menyatakan bahwa masukan dari para akademisi, asosiasi dan kelompok masyarakat yang terkait dengan RUU ini perlu terus didengar dan diperdalam untuk manampung masukan bagi RUU HKPD.
“Kita menginginkan RUU HKPD bisa menjadi jawaban untuk mengatasi kesenjangan fiskal antara pusat dengan daerah, ” kata Anis melalu keterangan tertulisnya yang diterima Parlementaria, Rabu (14/7/2021).
Sepakat dengan para akademisi, Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini juga memberi catatan atas dihapusnya salah satu jenis transfer daerah yaitu Dana Insentif Daerah (DID) dalam RUU HKPD. Sehingga skema reward untuk daerah dengan kinerja baik, tidak terakomodir.
“Penghapusan DID dari RUU HKPD ini menjadi catatan penting. Padahal keberadaan DID mampu memacu peningkatan pelayanan publik yang berimplikasi pada peningkatan kinerja pembangunan, ” tegas Anis.
Sedangkan untuk dana alokasi khusus, Anis memberikan catatan sebagaimana masukan dari pemerintah provinsi dan juga DPRD nya bahwa permasalahan sering muncul dari hal-hal yang bersifat teknis seperti keterlambatan pengiriman juknis yang terjadi berulang setiap tahun.
Permasalahan lain yang menjadi catatan Anis terkait dengan dana alokasi yang tidak membedakan antara satu daerah dengan daerah lain. Padahal ada daerah kepulauan ada daerah daratan, tetapi dana alokasi disamakan sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan.
Selain itu, jumlah dana juga menjadi catatan tersendiri. Berdasarkan pengamatannya, Anis mengatakan ekspektasi pemerintah daerah untuk mendapatkan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), sangat tinggi. Dan pembangunan di daerah sangat tergantung dengan transfer dari pusat.
Survei BPK tentang Review Kemandirian Fiskal Daerah, BPK 2019 atau sebelum adanya pandemi Covid-19, membuktikan bahwa kabupaten yang benar-benar mandiri hanya satu yaitu Kabupaten Badung. 8 daerah lain terkategori mandiri, dan selebihnya tidak mandiri baik provinsi atau kabupaten/kota. “Kita berharap poin-poin penting ini dapat masuk ke dalam RUU HKPD, ” katanya.
Menutup catatannya, Anis menyampaikan bahwa di antara tugas pemerintah yang harus dikaji terkait dengan bagaimana cara menumbuhkan kemandirian keuangan daerah. Anis menilai, strategi memunculkan kemandirian keuangan daerah ini menjadi hal yang sangat penting. Menurutnya, perjalananan kebijakan desentralisasi fiskal yang pelaksanaannya dimulai pada tahun 2001 perlu di evaluasi.
Selain itu, berdasarkan data yang ada pemerintah pusat hanya memiliki kapasitas untuk mentransfer sekitar 13-18 persen dari harapan daerah. Yang tertinggi adalah pada tahun 2021 dimana pemerintah pusat mentransfer sejumlah 18 persen dari ajuan pemerintah daerah.
“Kita harapkan RUU HKPD bisa memperbaiki apa yang bisa dilakukan untuk pemerintah daerah. Karena bagaimana pun pemerintah daerah punya kewajiban mensejahterakan rakyatnya di daerah, ” tutup legislator dapil DKI Jakarta I itu. (alw/sf)